Sejuknya nuansa Ramadhan sore itu benar-benar Aleena rasakan. Mulai dari mempersiapkan menu berbuka puasa, sampai mendengar kajian sore, membuat hatinya benar-benar terisi kembali oleh cahaya Islam. Mungkin ini yang dimaksud papanya waktu itu, bahwa jika kita berjalan selangkah untuk mendekatkan diri pada Allah, maka Allah akan mendekat kepada hamba-Nya dengan berlari. Jika sudah begitu, maka segala bentuk kebaikan dan kebahagiaan akan datang setelahnya.
Meskipun hanya mendengar suara dibalik hijab yang membatasi jamaah laki-laki dan perempuan, tapi Aleena bisa membayangkan wajah Khaled yang begitu adem dan berkarisma ketika dilihat. Membayangkan senyum laki-laki yang dikaguminya itu membuat senyumnya selalu mengembang.
Sayangnya, senyum itu harus terjeda ketika Zulfa memanggilnya. Ia yang kebetulan sedang tidak melakukan apapun, lantas bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah wanita bercadar di bibir pintu masjid.
"Kenapa, Kak?" tanya Aleena begitu sampai di depan wanita itu.
"Kamu lagi sibuk, Na?" Aleena menggeleng cepat. "Boleh minta tolong bantuin Najwa bawain pesanan snack yang baru datang. Kebetulan, Syena dan Gatri masih menyiapkan teh."
Dengan senang hati, gadis itu mengiyakan. Setelah Zulfa mengucapkan terima kasih, Aleena langsung berjalan ke tempat yang dimaksud Zulfa tadi. Di sana, ia merasa bersalah ketika melihat Najwa hendak membawa kardus-kardus berisi makanan itu sendirian.
"Wa! Sini gue bantuin," kata Aleena yang langsung mengambil benda di tangan Najwa.
"Eh, Na. Itu berat banget lho. Bawa yang ini aja," cegah Najwa ketika gadis di depannya mengambil kardus yang paling besar.
"Gapapa. Gue udah biasa bawa ginian." Aleena tetap berjalan dengan membawa kardus itu. "Gue duluan, ya."
Najwa sedikit khawatir melihat Aleena membawa kardus itu. "Semoga tangan Aleena nggak kram," gumamnya mengambil kardus yang lain dan pergi menyusul Aleena.
Di tengah perjalanan, Aleena membenarkan ucapan Najwa tadi. Pergelangan tangannya mulai terasa pegal. Meski begitu, ia berharap bisa sampai masjid sebelum kardus itu jatuh ke tanah karena tangannya yang tidak kuat membawanya.
"Bentar lagi sampai. Yuk bisa, Na." Ia memberikan semangat untuk dirinya sendiri.
"Kok jalannya berasa jauh banget ya? Tangan gue udah pegel banget," lirihnya.
Tidak mau mengambil resiko, Aleena melepas kardus itu sebentar demi menghilangkan pegal di tangannya. Ia memijit pergelangan tangannya secara bergantian. Setelah dirasa cukup, ia pun hendak mengangkat kardus itu lagi meskipun membutuhkan tenaga ekstra, padahal tenaganya sudah hampir habis beberapa menit yang lalu.
Seperti kejadian sebelumnya, baru akan melanjutkan langkah, gerakan kakinya terpaksa berhenti karena seseorang yang berdiri di depannya.
"Jangan dipaksa kalau nggak bisa," ujar sosok itu langsung mengambil kardus yang dibawa Aleena.
"Lho, Arjun? Sejak kapan lo di sini?" tanya Aleena heran.
Laki-laki itu memperbaiki letak kardus itu di tangannya. "Sejak lo sok jago mau angkat barang berat kayak gini," balas Arjun menyindir sahabatnya.
Aleena menautkan kedua alisnya. "Jadi, dari tadi lo ikutin gue, ya?"
Arjun tidak menjawab pertanyaan itu. Ia malah berjalan mendahului Aleena. Tentu, gadis itu langsung mengejarnya.