"Puncak tertinggi dari mencintai seseorang adalah mengikhlaskan. Membiarkan dia bahagia dengan pilihan hatinya, meskipun orang itu bukan kamu."
-Aleena Khairani Hasbi-
***
"Bentar, Sye. Gue penasaran sama isinya. Jangan-jangan Andri salah ngasih," cegah Aleena ketika Syena hendak menginjak pedal rem. Wanita itu langsung menurut. Sebenarnya, Syena juga penasaran dengan isi paper bag mini itu.
"Ada sorban, Sye," beritahu Aleena sambil memperlihatkan kain berwarna hitam abu itu.
"Ada lagi nggak?"
"Bentar." Aleena kembali memasukkan tangannya, mencoba mencari sesuatu yang mungkin masih ada di dalam paper bag itu. "Surat."
Spontan, Syena langsung memajukan kepalanya agar bisa ikut membaca isi surat itu. Keempat alis mereka terangkat bersamaan ketika melihat tulisan tangan Khaled. Terlebih Aleena. Ia tidak menyangka jika Khaled akan meminta maaf karena tidak bisa membalas perasaannya.
"Saya harap, semoga kamu tetap dalam lindungan-Nya, dimanapun kamu berada. Semoga kamu selalu terjaga, Na. Sampai Allah menghadirkan seseorang yang lebih baik dari saya," eja Syena membaca paragraf terakhir. Sedangkan sosok yang disebut, masih diam meresapi maknanya.
"Masya Allah, Na. Jadi, selama ini Khaled udah tau kalau kamu suka sama dia."
Aleena menoleh dan terdiam. Seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Khaled tau pas diary-nya ketinggalan waktu itu," simpulnya.
"Berarti bagus dong," ujar Syena bahagia. "Berarti, langkah kamu tinggal sedikit lagi, Na."
Aleena tersenyum tipis mendengar perkataan Syena tadi. Ia maklum karena sahabatnya itu belum tahu fakta yang sebenarnya. Kemarin, ia belum sempat menceritakan semuanya pada Syena. Sehingga, wanita itu masih mengira akan ada akhir bahagia dalam perjuangan dalam diamnya.
"Kok diem, Na? Kamu nggak bahagia, ya kalau Khaled udah tau tentang perasaanmu itu?"
"Syena, bahagia nggak bahagia, itu nggak ada gunanya."
"Maksudnya?"
"Langkah gue udah terhenti dari kemarin. Perasaan gue udah dibuang jauh-jauh."
Syena terkejut mendengarnya. "Kenapa?"
"Mas Khaled akan menikah ...." Aleena menjeda kalimatnya. "dengan Kak Zulfa."
"Na, kamu nggak lagi bercanda, kan?" Syena seakan menolak untuk tahu fakta itu.
Aleena menggeleng, lalu tersenyum. "Gue serius, Sye. Makanya, Mas Khaled minta maaf karena dia sudah mengikat janji dengan hati yang lain."
Syena langsung memeluk Aleena setelah mendengar apa yang baru saja dialami sahabatnya itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perihnya luka yang sudah menggores hati sahabatnya. Syena yang melihat langsung bagaimana perjuangan Aleena, spontan mengeluarkan tangis.
"Kenapa jadi lo yang nangis?" kekeh Aleena melihat Syena yang tiba-tiba menangis.
"Kenapa nggak cerita sama aku, Na?"
"Gue nggak mau lo ikut kepikiran sama masalah gue, Sye," balas Aleena mencoba menghentikan tangis sahabatnya.
"Gue tau, lo pasti kayak gini. Makanya gue diem. Lagian, gue udah nggak kenapa-kenapa kok."
Syena melerai pelukannya. Ia menatap wajah Aleena lekat. "Yakin?"
"Yakinlah. Kan udah ada kalian yang nemenin gue."
"Aleena ...."
"Sye, lo tau nggak? Arjun pernah bilang, puncak tertinggi dari mencintai itu adalah mengikhlaskan seseorang itu bahagia dengan pilihannya. Meskipun pilihannya itu bukan kamu. Jadi, gue nggak apa-apa." Aleena mengatakan itu dengan mantap.
"Toh juga, gue yakin, Allah nggak akan membiarkan hamba-Nya berlarut-larut dalam kesedihan. Aleena yakin, setelah ini, Allah akan ngasih sahabatmu ini sesuatu yang lebih indah."