Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Laa Ilaha Illa Allah Wallahu Akbar
Allahu Akbar
Walillahil'hamd
Gema takbir bersahutan memenuhi cakrawala, beriringan dengan semilir angin Syawal yang terasa sejuk memenuhi semesta. Suluh senandungnya menggema syahdu. Menentramkan jiwa dan juga kalbu. Membuat jiwa setiap insan beriman dipenuhi kebahagiaan.
Bahagia karena mereka telah berhasil berperang melawan hawa nafsu selama satu bulan penuh. Gembira karena hari kemenangan telah tiba. Kemenangan bagi mereka yang mengisi detik demi detik Ramadhan dengan ibadah dan amal kebaikan. Kemenangan bagi jiwa-jiwa yang telah terpenuhi dengan cahaya ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Meskipun, dibalik tawa bahagia hamba-hamba itu, ada seiris kesedihan yang masih membekas di dada. Ada sepintas penyesalan yang masih mengendap di raga. Karena tamu istimewa itu sudah pamit pergi, bersama dengan sejuta kenangan yang ia tinggalkan. Yang dengan kenangan itu, akan menjadi penyulut api semangat untuk menempuh hari-hari setelahnya, sampai bertemu dengan Ramadan berikutnya.
"Kenapa mukanya kayak gitu? Nggak ikhlas ya, nerima lamaran tadi?" cicit Arjun yang sudah memperhatikan raut wajah Aleena sejak tadi.
Kini, dua manusia itu tengah melihat ramainya malam hari raya di teras depan. Sedangkan orang tua mereka masih sibuk membicarakan kelanjutan dari hubungan mereka setelah lamaran ini. Berhubung mereka sudah menyerahkan urusan itu pada orang tua masing-masing, jadi mereka memilih untuk menikmati udara luar, sambil menemani Adit bermain kembang api bersama teman-temannya.
Mendengar pertanyaan itu menjurus kepadanya, gadis itu menoleh. "Siapa yang bilang gue nggak ikhlas?"
"Itu, mukanya kayak sedih gitu," timpal Arjun.
"Ini bukan karena lamaran itu, Jun. Gue sedih karena Ramadan udah berakhir. Padahal gue belum banyak ngumpulin kebaikan, apalagi ningkatin keimanan," sesal Aleena memfokuskan pandangannya ke depan.
Mendengar itu, Arjun bernapas lega. Setidaknya, Aleena tidak bersedih karena sudah menerima lamarannya.
"Tapi, gue lihat, perubahan lo udah jauh lebih baik, Na. Hijrah lo udah mendekati sempurna, tinggal terus membenahi aja," ujar Arjun memberikan semangat."
"Ini baru Arjun, tadi itu bukan," sahut Aleena ketika mendengar gaya bahasa Arjun kembali seperti semula.
"Maksudnya?"
"Setiap kali gaya bahasa lo berubah, gue merasa lo itu bukan Arjun, sahabat gue."
"Itu kan disesuaikan dengan situasi dan kondisi, Na. Emang lo nggak suka, ya, kalau pakai 'aku kamu'?"
Aleena menggeleng cepat. "Justru, gue merasa lebih suka kalau pakai 'aku kamu', Jun. Vibesnya itu beda. Mungkin setelah nikah, itu bisa diterapin."
"Nikah?"
"Iya, nikah. Memangnya, tujuan lamaran selain nikah apa? Ya udah, kalau lo nggak mau, ga papa."
"Eh. Mau! Mau!" sembur Arjun sebelum Aleena berubah pikiran.
Aleena yang melihat ekspresi laki-laki itu langsung tertawa. "Lucu banget, sih. Padahal gue cuma bercanda."