"Dari mana kamu? Jam segini kenapa baru pulang? Dari dulu Mama udah bilang kalau udah jam pulang, ya pulang! Jangan malah keluyuran!" Fina terkejut ketika dia melangkah ke dalam rumahnya dan bukannya sambutan hangat yang dia dapat seperti biasa, melainkan sebuah sambutan berupa bentakan dari sang mama.
"Kamu kemana aja sayang? Papa tadi ke sekolah buat jemput kamu sama Fani, terus kamu nggak ada," ujar Varezha yang baru muncul dari belakang Melly.
"Maaf Ma, Pa. Tadi Fina udah bilang sama Kak Fani buat nunggu Fina di-"
"Kalau udah tahu salah, nggak usah nyalahin orang lain!" Fina menoleh ke arah Fani yang baru muncul dari belakang Varezha.
"Fina bukan nyalahin Kakak! Emang betul Fina udah kirimin pesan ke Kakak," ujar Fina mencoba meredam emosinya.
"Emang iya? Aku nggak baca, Fin," Fina melihat raut wajah Fani yang seolah-olah tidak tahu apa-apa. Menurut Fina, Fani ini mau mencarikan Fina masalah. Tapi tidak semudah itu!
"Mau Fina kasih bukti?" tanya Fina datar.
"B-bukti apaan?" Fina mendengar suara Fani yang mulai gugup. Fina kemudian mengambil ponselnya lalu ia men- screenshoot pesannya dengan Fani, kemudian dia kirim ke grup dimana ada Melly, Varezha, Fani dan dirinya.
"Lihat!" Fina kemudian beranjak ke lantai dua dimana kamarnya berada. Fina sangat kecewa karena ini adalah bentakan pertama yang ia dapat dari mamanya.
********
Rion, Rean dan Reon sedang berada di ruangan OSIS. Sebenarnya bel tanda pulang sudah berbunyi satu setengah jam yang lalu. Namun beberapa hari kedepan akan diadakan pemilihan anggota OSIS bagi kelas X. Jadi ketiga orang ini yang berperan menjadi pengurus inti, harus mengurus itu semua. Bukan berarti anggota lain tidak mau membantu mereka. Namun semua pasti punya tugas masing-masing, bukan?
"Sifat dan kebiasaan orang bisa berubah nggak sih?" tanya Rion tiba-tiba membuat kedua sahabatnya langsung menoleh ke arahnya.
"Emang siapa yang berubah?" tanya Rean penasaran membuat Rion menghembuskan napas berat. Rion sudah memutuskan untuk menceritakan tentang Fina kepada Rean dan Reon. Bagaimana pun, mereka sudah bersahabat sejak lama.
"Kalian lihat cewek yang duduk di samping gue di kantin tadi?"
"Iya. Dia siapa?" tanya Rean lagi.
"Wait-wait! Kalian ngomongin siapa sih? Gue nggak tahu elah," ujar Reon kesal. Dia merasa tidak tahu apa-apa.
"Lo tadi lagi mesen makanan. Jadi lo nggak lihat," jelas Rean membuat Reon ber 'oh'ria.
"Mau dilanjutin nggak?" tanya Rion membuat kedua sahabatnya balik menatapnya.
"Oke, lanjottt!"
"Dia namanya Fina, Sefina Varezha. Sahabat kecil gue dulu di Bandung. Tapi kita pisah karena gue sama bonyok gue pindah ke sini. Dia dari dulu gue cari-cari tapi gue nggak dapet info apapun tentang dia. Nah! Kemarin waktu anak kelas 10 udah masuk sekolah, gue ketemu sama dia." Rion menjelaskan semuanya.
"Lalu? Masalahnya apaan?" tanya Reon bingung. Rean juga ikut menunggu jawaban Rion.
"Sifat sama kebiasaannya itu berubah drastis. Seolah-olah dia lupa semua tentang gue. Kalian tahu kalau gue nggak suka cokelat, kan? Waktu kecil juga dia udah tahu. Dia juga tahu gue suka pilus. Dia juga suka pilus. Tapi di kantin tadi, dia malah ngasih gue cokelat sama nolak pilus yang gue kasih."
"Bro, tidak selamanya sifat sama kebiasaan orang itu tetap sama. Pasti ada yang berubah. Namanya juga bertumbuh, sifat dan kebiasaan bisa tumbuh bisa juga berkurang ato ilang," ujar Reon bijak.
"Tumben lo bijak?" tanya Rean sambil memegang dagu Reon.
"Panas. Pantes aneh!" sambung Rean sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kayaknya elo yang aneh deh! Dimana-mana orang itu ngecek suhu di dahi, bukan di dagu keles!" ujar Reon sewot. Rion? Dia hanya memutar bola matanya malas melihat tingkah kedua sahabatnya yang abnormal itu.
"Lagian juga gue kayaknya salah mulu di mata elo," sambung Reon sambil melirik sinis Rean.
"Sabar, Yon! Itu memang udah Your Destiny!"
"Udah ah! Gue mau balik. Tugas kita juga udah kelar," kata Rion sambil membereskan berkas-berkas yang sedari tadi mereka urus.
"Gue juga mau balik ya! Noh, si Rean katanya mau tinggal bareng Mbak Kunti," balas Reon lalu ngacir keluar sebelum Rean si mulut boncabe mengeluarkan sumpah serapah.