Sepasang mata itu terus memperhatikan seorang yang sedang berkutat dengan alat dapur. Senyum miring pun terbit di wajahnya.
Ternyata itu lo?
********
"Fani! Ukuran balihonya kenapa segini?! Harusnya lebih besar lagi! Gak becus banget sih, lo!" Fina hanya menunduk ketika baliho yang habis dia ambil dari tukang baliho, malah diprotes oleh salah satu panitia perlengkapan. Fina juga mana tahu ukurannya harus kayak gimana. Dia hanya disuruh untuk mengambil baliho yang sudah jadi itu di tukang baliho.
"Maaf, Kak." Hanya kata maaf yang bisa Fina ucapkan.
"Maaf, maaf! Minggir lo!" ketus orang itu sambil menabrak bahu Fina dengan keras saat melewati Fina.
Tiga hari lagi lomba di SMA Orion digelar. Semua panitia dan pengurus OSIS sedang sibuk mengurus segala sesuatu. Terutama Fina. Fina rasa dia dijadikan babu oleh anggota lain. Seperti saat ini, Fina disuruh oleh salah satu anggota untuk mengambil baliho dari tukang baliho.Padahal Fina bukan seksi perlengkapan. Tapi, never mind! Mau protes? Yang ada malah caci dan maki yang dia dapatkan.
"Fani! Lo gak sibuk, kan? Sekarang lo ke fotocopy depan buat fotocopy-in ini sebentar, oke?!" Fina baru mau menjawab bahwa dia juga sibuk, namun orang yang barusan memberikannya selembar kertas itu keburu pergi. Huftt.
"Undangan toh." Fina berguman pelan ketika melihat kertas yang diberikan orang itu.
********
"Lo kemana aja sih?! Dari tadi kita semua nungguin lo tahu!"
Sehabis dari tukang fotocopy, Fina langsung mendapat semprot dari Alya teman se-organisasinya.
"Maaf, tadi saya disuruh ke tukang fotocopy," jawab Fina sambil menunduk menatap sepasang sepatunya.
"Emang itu tugas lo?!" bentak Alya marah.
"Disini juga banyak yang perlu dibenahi, ya!" sambung Alya sambil berkacak pinggang.
"Udah, gak usah berantem," sela Rita membuat Alya langsung menatap sinis Fina lalu menjauh dari tempat itu.
"Makasih, Kak," kata Fina kepada Rita. Jika kakak kelasnya itu tidak ada, mungkin Alya tidak akan berhenti membentaknya.
"Iya, Fan. Nih, kamu ketik ulang ini terus kasih Ketos kalo udah jadi," ujar Rita sambil menyodorkan setumpuk kertas kepada Fina. Fina tidak keberatan atau mengeluh ketika mendapat tugas itu karena itu memang tugasnya.
Berarti nanti ketemu Evan dong.
Dan di suatu ruangan, lebih tepatnya ruangan yang dikhususkan untuk ketua OSIS, Rion sibuk dengan berkas-berkasnya.
Drtt...Drtt
Rion menatap malas ponselnya yang ada di atas mejanya. Terpampang jelas nama 'Fina' dalam layar ponselnya. Sebuah pesan masuk dari Fina.
Fina:
Yon, pulang sekolah anterin aku ke mall ya?!
Rion hanya menghela napas malas ketika membaca pesan itu tanpa berniat membalasnya. Selalu begitu. Fina selalu memaksakan kehendaknya sendiri. Harusnya dia mengerti kalau saat-saat ini dia sibuk. Malah menambah pekerjaan saja.
"Yon, lo dicari sama kepsek tuh," Rion menoleh ke arah pintu ruangannya ketika suara Reon terdengar. Dia tengah memeriksa kembali proposal untuk lomba.
"Hmm." Rion hanya meresponnya dengan deheman.
“Rean mana?” tanya Rion ketika hanya mendapati Reon yang menemuinya.
“Cari minum dia.”
********
“Ntar malem lo mau ikut kan, Rey?”
“Jelas ikut dong. Wajib banget tuh,”
“Lo pada mau kemana?” tanya Arel kepada kedua sahabatnya, Rey dan Fariz. Sedari tadi pikirannya tidak mengarah kepada apa yang tengah dibahas Rey dan Fariz. Indra pendengarannya hanya menangkap dengan jelas kalau kedua sahabatnya itu akan pergi ke suatu tempat nanti malam.
“Aelah bos! Lo lupa? Ini hari apa?” tanya Fariz berturut-turut.
“Rabu. Lo kira gue pikun? Hah?!”
“Hari Rabu kan jadwal balapan,” sambung Rey santai sambil menggigit pelan sedotan ale-alenya.
“Lagian lo kenapa bisa lupa? Biasanya yang paling semangat balapan itu, lo,” ujar Fariz merasa aneh dengan Arel.
Arel bukannya menjawab pertanyaan Fariz, malahan perhatiannya tertarik kepada gadis nerd yang berjalan sambil membawa tumpukan kertas. Kedua sudut bibir Arel tertarik ke atas melihat babunya, yang tak lain dan tak bukan adalah Fina.
“OI BABU!” Arel berteriak memanggil Fina.
Fina yang mendengar teriakan itu, berinisiatif untuk pura-pura tuli. Fina sengaja mempercepat langkahnya.
Tuhan, jauhkanlah Fina dari orang itu, rapal Fina dalam hati.
Melihat itu, Arel berlari ke arah babunya yang entah sengaja atau tidak sengaja tidak menoleh sedikit pun ke arahnya.
“Eitss! Mau kemana, lo?” Arel menghadang Fina. Tidak susah bagi Arel untuk mengejar Fina.
“Ada apa ya, Kak?” tanya Fina seolah-olah tidak tahu apa-apa sambil memperbaiki letak kacamatanya.
“Mau kabur dari kewajiban?” tanya Arel sambil melipat kedua tangannya di atas dada.
Kewajiban, kewajiban! Makan noh kewajiban!
“Kewajiban, Kak? Kewajiban saya belajar, Kak.”
Arel hanya memutar bola matanya mendengar ucapan babunya itu.
“Pilih yang mana? Rahasia lo gue sebarin, atau tetap jadi babu gue?”
“Permisi, Kak. Saya ada urusan,”
“Jadi lo milih rahasia lo gue sebarin? Yaudah, gampang!” Arel merogoh sakunya lalu mengeluarkan ponselnya. Tentu saja Fina was-was melihat itu.
Tidak!! Fina gak boleh ketahuan!!
“Eh Kakak mau ngapain?” tanya Fina panik.
“Ya apalagi. Gue mau nyebarin berita hot!” kata Arel dengan tangan yang sibuk mengotak-atik ponselnya.
Hot? Apaan coba?!