"Terima kasih ya, Mbak." ucap Fina ramah kepada manager AS's cafe. Dengan hati yang senang, Fina keluar dari cafe itu dengan Arel yang terus mengikutinya dari belakang.
"Makasih juga ya, Kak. Kakak udah bantuin Fina cari kerja." Fina berseru senang kepada Arel. Berkat cowok itu, dia bisa mendapat pekerjaan paruh waktu di sebuah cafe.
"Eits! Jangan happy dulu. Ini nggak gratis, oke?!" seru Arel dengan senyum miringnya membuat Fina mendengus pelan. Dugaannya benar. Pasti lelaki itu baik karena ada maunya.
"Ini Fina baru dapet kerja. Fina mana punya duit, Kak?!"
"Oh, tenang. Duit gue banyak," ujar Arel dengan bangganya. Fina hanya memutar bola matanya malas.
Ini orang sombong banget dah!
"Ngomong-ngomong, lo kenapa mau kerja?" tanya Arel penasaran. Sedari tadi dia memendam pertanyaan itu di benaknya.
"Ya karena Fina butuh duit lah, Kak."
"Duitnya buat apaan?"
"Buat bertahan hidup, Kak."
"Jawab yang bener!"
"Buat apa Fina bohong?"
"Emang lo udah berapa kali kerja kayak gini?"
"Belum pernah, Kak. Ini pertama kalinya Fina berinisitif buat kerja," jawab Fina dengan cengiran khasnya.
"Lo bisa kerja?" tanya Arel untuk ke sekian kalinya.
Ini Fina lagi diinterogasi? batin Fina bertanya.
"Nanti belajar," jawab Fina setengah malas.
"Belajarnya gimana?"
Mana pertanyaannya unfaedah banget lagi, kesal Fina dalam hati.
"Kakak nggak capek nanya mulu?" tanya Fina dengan senyum dipaksakan.
"Kagak lah. Gue kan strong," sahut Arel dengan wajah songongnya.
Biar lo nggak kepikiran terus sama masalah lo, lanjut Arel dalam hati.
"Gue mau lo balik jadi babu gue!"
"Nggak, nggak mau!" balas Fina cepat. Dia sudah kapok menjadi 'babu' lelaki itu.
"Yang lain ada nggak, Kak?" tanya Fina dengan wajah memelas.
"Nggak ada nego-nego! Inget ya, gue udah cariin lo work."
"Nggak ikhlas banget."
"Gue ikhlas. Tapi nggak ada yang gratis di dunia ini."
Itu sama aja lo nggak ikhlas, Jaenudin! batin Fina kesal terhadap Arel.
"Ini Fina serius, Kak,"
"Jadi, lo mau gue seriusin?" goda Arel sambil mencolek-colek dagu Fina bak preman.
Fina lantas menampol lengan Arel dengan keras. "Bukan itu maksud Fina!"
"Pokoknya you adalah my babu."
"Yaudah." Fina akhirnya menyetujuinya, dengan sedikit tidak ikhlas.
Fina nggak mau punya hutang budi sama orang.
"Good nerd."
"Udah mau malem, Kak. Fina pulang dulu. Makasih udah bantu Fina," ujar Fina tulus sambil memamerkan deretan giginya lalu berjalan meninggalkan Arel. Arel langsung berlari menaiki motornya, lalu perlahan mengikuti jalan Fina.
"Lo mau jalan kaki?" tanya Arel dari atas motornya membuat Fina menghentikan langkahnya.
"Iya," jawab Fina singkat lalu melanjutkan langkahnya. Sore yang sangat cerah, dan yang selalu Fina tunggu akan segera tiba.
"Gue anter!" teriak Arel dari atas motornya tetapi mendapat silangan tangan dari Fina yang menandakan bahwa dia menolak untuk diantar.
Akhirnya Arel mengikuti Fina dari belakang dengan motornya yang sengaja dipelankan. Dari belakang, gadis itu tampak tidak mempunyai beban apapun. Tapi Arel tahu kalau sebenarnya beban yang ada di pundak gadis itu, cukup berat menurutnya. Arel mau membantu Fina, namun sepertinya dia tidak harus ikut campur dulu. Mungkin dengan cara menjahili Fina, bisa membuat gadis itu lupa dengan masalahnya sejenak.
"Dia mau ngapain?" guman Arel pelan ketika melihat Fina naik ke atas pembatas jembatan. Setelah menghentikan motornya, Arel berjalan mendekati Fina yang masih berusaha memperbaiki posisinya di atas pembatas jembatan itu.
"Lo mau ngapain?!" teriak Arel panik lalu menarik tubuh Fina dari atas pembatas jembatan itu ketika melihat gadis itu yang sepertinya akan bunuh diri.
"Hiks ...."
"Lo kenapa nangis? Nangis karena gue gagalin rencana lo buat bunuh diri?!" tanya Arel marah dengan posisi Fina yang masih menindihnya. Arel tidak menyangka bahwa alasan gadis itu menolak pulang bersamanya karena akan bunuh diri seperti ini.
"Kalau punya masalah, nggak gini juga cara nyelesainnya!" bentak Arel namun tangannya mengelus pelan bahu dan kepala Fina, guna meredakan tangis gadis itu.
"Dek, kalo mau mesum jangan di sini!" tegur seorang bapak-bapak yang lewat. Sontak Arel dan Fina bangun dari posisi mereka dengan kikuk.
"Maaf, Pak." Arel meminta maaf kepada pria paruh baya itu.
"Kalau pulang sekolah itu, langsung pulang ke rumah. Jangan malah keluyuran gini!" Setelah mengatakan itu, pria paruh baya tersebut langsung meninggalkan Arel dan Fina.
"Lo, sih! Jadi dikira yang nggak-nggak, kan!" bentak Fina sambil menghapus air matanya. Tentu saja dia malu karena orang tadi pikir bahwa mereka berbuat mesum di tempat umum. Masih memakai seragam sekolah lagi.
"Lo, juga! Ngapain pake bunuh diri segala?!" ujar Arel ikut kesal.
"Siapa yang mau bunuh diri?" tanya Fina dengan sinis.
Memang Fina duduk di atas jembatan dan mengangkat kedua tangannya, bukan untuk bunuh diri. Melainkan untuk menikmati senja. Senja, sesuatu yang selalu dia rindukan. Fina, pecinta petrichor dan senja.
"Eh?" Arel menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, bingung.
"Jadi ... lo nggak punya niat untuk bunuh diri?" sambung Arel bertanya dengan polos.
"Iya nggak lah!" jawab Fina setengah membentak.
"Mana gue tahu. Kan lo nggak bilang," ujar Arel tak mau disalahkan.
"Mana Fina tahu. Kan Kakak nggak nanya," balas Fina mengikuti Arel.
"Terus lo kenapa nangis?" Fina berdecak pelan mendengar pertanyaan itu.
"Fina nangis karena Fina pikir ada yang culik Fina dari belakang. Nih, tangan Fina juga luka," jawab Fina dengan cemberut sambil memperlihatkan tangan kanannya yang luka akibat tergesek dengan aspal.
"Hehe. Peace," ujar Arel sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk V.
"Kenapa bisa tahu kalo Fina ada di sini?"
"Nguntit," jawab Arel santai dan singkat.
Fina tidak menanggapi ucapan Arel lalu naik kembali ke atas pembatas jembatan diikuti Arel yang juga naik ke atas pembatas jembatan.
"Lo kenapa bisa ke sini?" tanya Arel penasaran.
"Senja. Fina ke sini buat lihat senja," jelas Fina dengan pandangan yang tidak beralih dari ufuk barat yang menampilkan senja.
"Nggak takut jatuh? Di bawah ada sungai," ujar Arel ketika melihat sungai yang ada di bawah jembatan.
"Udah biasa. Kalau soal sungai, Fina emang takut. Tapi, Fina seakan lupa apa-apa kalau udah lihat senja."