Sudah dua minggu sejak pengumuman jurusan itu keluar, sudah dua minggu ini juga Andika dan Anna terus bertukar pesan. Bahkan tak jarang mereka sering bertukar sapa lewat telepon.
Andika bergerak dengan cepat untuk tahap PDKT, tak jarang ia selalu mengkawatirkan Anna yang sering terlambat makan, mengucapkan selamat pagi dan selamat malam, dan berkata-kata manis terhadap Anna.
Seperti malam itu, kira-kira 2 hari yang lalu saat mereka asik bercerita di telepon.
“Udah makan Ray?”
“Belum nih Dik. Gak nafsu.”
“Ya ampun Raya, kamu itu gak boleh sering-sering nunda makan loh. Nanti sakit maag mau? Kamu juga bilang tadi siang cuma makan jajanan di kantin aja kan.” Andika berucap dengan lembut namun tersirah rasa khawatir.
“Gak lapar Dik.”
“Makan dong princess.”
“Gak suka princess.” Ucap Anna dengan manja.
“Yaudah gak jadi princess. Hmm, makan dong cantik.” Perkataan ini mampu membuat wajah Anna bersemu merah.
“Dasar buaya.” Anna mengejek Andika yang perkataanya seperti orang yang sedang menggombal.
“Siapa yang buaya?” protes Andika. “Masa aku bilang ‘makan dong ganteng’ itukan gak mungkin. Masa aku ngucapin buat diri sendiri sih?” lanjutnya.
Anna hanya tertawa mendengar perkataan Andika itu.
“Dih, sok kecakepan kamu Dik.”
“Hahaha. Ya makanya kamu makan gih. Nanti sakit, kasian dokternya dapat pasien kayak kamu.” ejek Andika.
Tawa Anna semakin keras ketika mendapat ejekan dari Andika seperti itu.
“Ia deh, aku makan dulu bentar ya. Nanti di lanjut lagi atau engak nih telponannya?”
“Boleh sih, eh tapi kamu engak kena marah entar?”
“Siapa yang marahin? Satpam kompleks? Atau penunggu pohon mangga?”