My Fair Rebelle

DMRamdhan
Chapter #4

Dan Aku Yang Kena Hukuman

Entah karena melihat kuda-kudaku, atau mereka peduli dengan temannya, mereka memilih membantu memapah Jim. Untunglah. Tak perlu ada tenaga dan waktu yang terbuang percuma

“Gua balas lo nanti!” pekik Jim sambil meringis.

“Ya, ya, ya. Terserah,” desahku, entah terdengar atau tidak. Kuperhatikan punggung ketiga kakak kelasku itu menjauh.

Demikianlah orang bodoh, Nov. Dia yang menendang, dia yang membentur kakinya sendiri dan dia yang mau membalas? Kata benakku sambil mengalihkan perhatian ke adik kelas. Dia telah bangkit.

Dia memeluk tasnya dan berjalan sambil merunduk, hendak melewatiku dan pergi. Hanya saja, ketika melewatiku, dia mendesis, “Aku tidak butuh bantuanmu!”

Mendesis mungkin kurang tepat, sebenarnya. Bergumam pun tidak tepat karena yang dikatakannya cukup keras. Menggeram, mungkin? Ah, entahlah, yang pasti apa yang dikatakannya memancing reaksi dariku.

“Hey,” ucapku datar sambil meraih pundaknya dengan tangan kiri dan tangan kanan meninju pipi kirinya.

Ehm, mungkin “meninju” kata yang terlalu dramatis, ya? Kurang tepat juga, sih. Tidak ada momen impact pada kepalan tanganku. Aku hanya menyentuhkan pangkal buku-buku jemariku dan mendorong pipinya hingga dia terdorong jatuh. Aku yakin, yang lebih sakit sebenarnya pantatnya menyentuh lantai beton dibandingkan tinjuku. Tapi, bagaimanapun, disaksikan dari sudut pandang orang lain aku memang meninjunya dan garis takdir memilih tindakanku yang mesti disaksikan oleh seorang guru.

“Hey! Hentikan!”

Otomatis, aku mengangkat kedua tanganku seperti pencuri yang tertangkap basah. Aku lihat Bu Sari muncul di sudut bangunan sekolah. Beliau berjalan menghampiri dengan perhatian tertuju ke adik kelas.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Bu Sari. Baliau adalah Guru Bahasa Inggris di kelasku, 43 tahun, menikah. Berkerudung dan berkacamata, dengan perawakan kurus dan cukup tinggi—160 cm, mungkin.

Adik kelas itu telah berdiri dan mengangguk terhadap pertanyaan Bu Sari.

“Turunkan tanganmu dan ikut ke Ruang Guru!” kata beliau kepadaku. Aku tidak merasakan tendensi apa-apa dari perintah itu. Tidak ada marah, tidak ada emosi. Nyaris datar.

Aku turunkan tanganku. Dalam waktu yang bersamaan, aku melihat adik kelas itu memutar badan dan hendak pergi.

“Hey, mau kemana kamu? Kamu juga ikut ke Ruang Guru!” kata Bu Sari pada adik kelas itu.

Lihat selengkapnya