My Fair Rebelle

DMRamdhan
Chapter #12

Along Came ... Nova!

Bahagia ....

Kamu juga ingin bahagia, kan? Aku juga.

Semua orang ingin bahagia ....

Itulah postulat; asumsi yang tak perlu pembuktian, apalagi perdebatan. Tapi, bagaimana caranya? Apa yang akan kamu lakukan untuk mencapainya?

Akankah kamu capai kebahagiaan dengan menginjak kebahagiaan orang lain?

Ah, entahlah ...

Sejauh aku tahu Firaun Complex itu nyata, bukan hakku untuk menghakimi. Tapi ..., mari kita analisa peristiwa berikut.

Sebutlah ada tiga remaja yang juga ingin bahagia. Tapi, entah mendapat referensi dari mana, mereka coba mencapai "kebahagian" dengan perbuatan melanggar hukum, merusak masa depan dan diharamkan Tuhan. Terlebih lagi, ada sosok iblis yang menyediakan perangkat untuk mencapai "kebahagiaan" itu (aku pakai tanda petik karena kebahagiaan yang dimaksud tidak lagi sejati; kebahagiaan semu).

Lalu, secara kebetulan, ada remaja lain yang menyaksikan kegiatan mereka, bahkan sempat merekamnya dalam video .... Sampai sini mungkin kamu segera tahu maksudku dan menghubungkannya dengan Jim dan Andika. Ya, memang benar, tapi aku sengaja melepas identitas dari kejadian itu karena aku berusaha tidak menghakimi identitasnya, melainkan tindakannya.

 Dan aku bisa menghakimi tindakan mereka memang bodoh.

Bah! Ijinkan aku bicara langsung pada intinya; aku akan bilang, "Si Jim itu bodoh!"

Ya, bodoh. Tapi dalam artian baik sebenarnya—maksudku, kalau aku jadi Jim aku akan lebih jahat lagi dan lebih licik. Kalau aku jadi si Jim maka akan aku biarkan Andika. Coba kamu bayangkan, ancaman apa yang bisa Andika terapkan untukku dengan rekamannya? Nyaris tidak ada, bahkan dengan mudah aku sangkal. Aku bisa berkata, “Apa buktinya yang dia rekam itu transaksi narkoba? Fitnah itu!” dan aku bisa balik menuntut.

Justru karena si Jim memburu Andika untuk memastikan Andika tidak punya barang bukti malah membuatnya patut dicurigai. Kamu juga curiga, kan? Aku jelas curiga. Lalu apa yang mendorong dia dan dua temannya berbuat itu?

Takut ....

Takut akan akibatnya .... Ketakutan membuat mereka tidak.bisa berpikir logis. Takut yang berasal dari … rasa bersalah.

Ya ..., rasa takut itu keluar dari rasa bersalah. Jadi sebenarnya, mereka anak-anak baik, mereka masih punya nurani untuk merasa bersalah. Mereka hanya salah arah saja.

Ah, cukup dengan hal yang membosankannya! Bukan kapasitasku mengarahkan mereka! Aku hanya bersimbiosis dengan mereka; mereka menyerang, aku bertahan, sesederhana itu!

Mereka menyerang, aku bertahan .... Ya, cukup sederhana ....

Setelah dari mushola, aku beri Andika arahan untuk mencapai rumahku. Rute yang memungkinkan Jim dan temannya mencegat Andika. Tapi aku punya firasat mereka akan membuntuti Andika. Jadi, aku menyuruh Andika lebih dulu meninggalkan sekolah.

Andika melewati gerbang pagar sekolah ketika aku sampai di pintu perpustakaan. Pintu perpustakaan itu tertutup dan aku merapat ke sana saat Andika mengambil arah kiri. Tak lama kemudian aku lihat Jim dan dua temannya lewat menyeberangi gerbang sekolah. Jim tampak masih terpincang-pincang.

Lihat selengkapnya