My First and Last

fransisca Lukito
Chapter #1

Prolog

Jakarta, kota yang padat akan lalu lintas dan berhiaskan beragam gedung pencakar langit, merupakan kota kelahiran seorang wanita karir, Velove Annastasya. Kini ia berusia 24 tahun dan berprofesi sebagai staff accounting di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang property dan retail, Garryson Company.


Velove atau yang biasa dipanggil dengan sebutan 'Ve' adalah wanita mandiri dengan sifatnya yang sulit ditebak. Ia terkesan dingin dan cuek pada berbagai kesempatan. Namun, di kesempatan berbeda, ia tampil sebagai sosok yang ramah dan cukup perhatian. Selain itu, ia terbilang cukup workaholic. Kecintaannya terhadap pekerjaan membuatnya lupa tentang manisnya cinta dan rasa dimiliki oleh seseorang. Hal itu membuat status asmaranya menjadi bersih dari mantan pacar maupun gebetan.


Baginya cinta dan perasaan sayang pada seseorang tidak lebih dari fatamorgana. Ia merasa tak cukup menarik sebagai wanita dewasa. Ditambah lagi, ia juga berpandangan bahwa menjalin hubungan hanya akan menimbulkan luka jika harus berpisah karena ketidakcocokan. Persepsinya ini menimbulkan berbagai dampak yang kurang baik baginya, salah satunya disindir oleh rekan-rekan kerjanya.


Beragam sindiran dan kata-kata bully ringan kerap melewati kedua telinganya. Velove sudah cukup kebal dengan reaksi keempat rekannya. Ia merasa bahwa kata-kata mereka hanya lah angin lalu yang tak penting. Ia tak sungguh meresapi setiap kata-kata atau pun nasihat yang terdengar berguna untuk kehidupan asmaranya. Yang wanita itu pikirkan bagaimana dirinya bisa bahagia meski hanya menghidupi diri sendiri tanpa belaian seorang pria di sampingnya.


Hal-hal tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari bagi wanita berkulit putih dan bermata coklat tersebut. Ia tampak tak peduli akan urusan asmara, dan terus berfokus pada karirnya yang sudah terbilang sukses. Namun, tidak kah hidup tanpa pendamping seumur hidup adalah hal yang ekstrim? Jawabannya tentu tidak bagi seorang Velove karena dirinya adalah pribadi yang teguh pendirian. Dibully dan disindir bukan lah halangan baginya untuk terus menyandang status single fighter.


-**-

Namun, di sisi berbeda, Velove juga memiliki sisi pengertian yang jarang terlihat di muka umum. Karakter tersebut dapat terlihat saat dirinya sedang bersama dengan kedua orang tuanya atau keempat rekan kerjanya. Sifat lain yang bertolak belakang dengan sifat cueknya itu kerap membuat Velove dianggap sebagai wanita dengan kepribadian ganda. Alhasil, Velove sendiri tak begitu menyadari jika dirinya memiliki sifat yang kontradiktif.


Di susul dengan sifatnya yang kontradiktif, ia juga merupakan pribadi yang setia kawan dan fleksibel jika sudah berhadapan dengan keempat sahabatnya, Evelyn, Metta, Benita dan Angel. Terhadap empat teman wanitanya itu, Velove dapat menyesuaikan diri dan mendengar setiap cerita serta saran yang dilontarkan. Meski terkadang beberapa dari mereka tak cukup akur akibat perbedaan pandangan, Velove tetap menganggap bahwa keempat sahabatnya adalah orang-orang terbaik dalam situasi senang maupun susah.


Maka dari itu, tidak mengherankan jika Velove kerap menyanggupi ajakan dari sahabat-sahabatnya itu untuk sekadar nongkrong dan minum kopi santai di café, seperti saat ini, di malam minggu pada minggu pertama di bulan Januari, 2020. Dengan mengenakan kardigan berwarna putih yang dipadu dengan tank top warna pink, dilengkapi oleh rok jeans berwarna biru langit, Velove berlalu keluar dari kamar dan mencari sepatu ketsnya yang berwarna pink fuchsia di rak sepatu yang terbilang cukup penuh dengan aneka sandal dan sepatu milik Amelia dan Andy, kedua orang tuanya.


“Ketemuan di mana, Ve?” tanya Amelia dengan senyum simpul sembari menatap putri semata wayangnya yang sedang mengenakan sepatu sembari duduk di sofa kecil yang berdekatan dengan kamarnya.


“Di Logos Café, Ma.” Velove menanggapi tanpa menatap sang mama. Kedua mata cokelatnya sedang terfokus pada tali sepatu yang disimpul dengan lincah oleh jemarinya yang lentik bak ranting pohon jati.

Lihat selengkapnya