My First and Last

fransisca Lukito
Chapter #15

Part 14

Sementara itu, Alvin yang sedang menelusuri area perumahan dengan mobil teringat akan perkataan Velove tentang dirinya yang tidak tampak seperti seorang Disk Jockey. Guratan senyum penuh arti pun menghiasi wajah tampannya dalam sekejap.

Apa katanya? Aku tampak seperti pengusaha muda? Dia engga benar tau hidupku yang sebenarnya gimana."

Di saat yang sama, Alvin pun teringat dengan masalah di antara dirinya dan sang papa, Andri Leonard. Seberkas ingatan tentang masalah pribadinya muncul secara tiba-tiba.

Flashback

Tangerang, 7 Desember 2019

@Leonard's Residence

Kala itu adalah hari Sabtu, tepatnya jam 9 pagi, Alvin tengah bersantai di kamarnya dengan kanvas dan peralatan melukisnya.

Dengan kondisi yang prima dan pikiran yang jernih, ia memusatkan konsentrasinya untuk melukis pemandangan kota New Zealand yang pernah dikunjunginya 2 tahun lalu.

Kedua netranya tak lepas dari setiap goresan yang tertoreh di atas lembar putih itu. Ia mencurahkan seluruh perasaannya pada kegiatan favoritnya ini.

Melalui melukis, Alvin dapat merasakan ketenangan dan kenyamanan yang utuh. Ia tak pernah lepas dari canvas dan peralatan menggambarnya yang teramat lengkap.

Namun, di satu sisi, sang papa tak mendukung hobinya. Di tengah kegiatannya itu, pintu kamarnya dibuka secara mendadak.

"BRAKKK!" Adrian membuka pintu dan masuk ke kamar putra semata wayangnya.

"Jangan buang-buang waktu dengan ini, Vin." Adrian mendekati putranya dengan tatapan serius.

Alvin tak menatap atau pun menanggapi perkataan lelaki setengah baya itu. Ia tetap asyik dengan pensil yang menari lemas di atas lembar canvas.

Lalu, Adrian pun merasa geram. Dengan paksa, ia pun merengkuh tangan Alvin dan melempar canvas dari tempatnya, "Ikut papa sekarang!"

Alvin merasa kesal dan melepas cengkraman tangan lelaki itu, "Papa apaan sih?? Ini hobiku!"

"Ya, tapi hobimu itu engga berguna, Vin," tegas Adrian.

"Tapi melukis itu duniaku. Papa engga akan paham betapa berharganya kanvas dan peralatan menggambar bagiku," bantah Alvin.

"Hah, dasar anak tidak berguna! Lebih baik, kamu ikut papa ke perusahaan dan belajar meneruskan bisnis yang sudah dibangun sejak awal." Adrian mencela dengan tatapan remeh.

Alvin menatap Adrian geram, "Sampai tanganku engga bisa menorehkan sketsa pun, aku engga akan sudi masuk perusahaan papa!"

Adrian menyeringai dengan sombong, "Oh my dear. Lihat dirimu dan semua yang kamu miliki. Semuanya didapat dari uang hasil jerih payah yang ku usahakan. Setidaknya, berbakti lah sedikit padaku, ayahmu!!"

Lihat selengkapnya