Keesokan harinya, tepat di pukul 12, Velove menemui Alvin di starbucks yang berlokasi di area Tebet. Kini mereka sedang mengobrol sambil ditemani dua cangkir hazelnut latte hangat. Velove menyerahkan paper bag berwarna cokelat muda, "Ini bajuku yang mau kamu bawa ke laundry, Vin."
Alvin tersenyum simpul sembari menerima paper bag, "Siap, Ve. Aku bawa bajumu setelah dari sini."
"Beres, Vin. Aku tunggu ya," ucap Velove seraya menyesap hazelnut latte di cangkirnya.
Alvin menatap Velove lembut, "Kamu biasa laundry baju yang VIP atau biasa aja?"
"Yang biasa aja. Aku engga pernah ke tempat laundry VIP." Velove memaparkan.
"Mungkin, kamu mau aku laundry bajumu di tempat VIP. Soalnya, aku lihat kemarin noda kopinya lumayan banyak," ucap Alvin seraya menggigit bibir bawahnya pelan.
Velove menggeleng pelan, "Engga perlu lah. Laundry biasa sudah cukup. Nanti, uangmu habis, Vin."
Mendengar hal tersebut, Alvin mengunci tatapannya pada wanita yang duduk di hadapannya kini. Seulas senyum tipis tersungging di bibir pemuda itu. "Duh, engga masalah meski uangku habis. Yang penting noda di bajumu hilang dan bersih," ujar Alvin dengan senyum hangatnya.
Velove merapikan rambutnya yang berwarna cokelat gelap, "Yang biasa aja. Kamu nanti engga bisa nabung, Vin."
Mendengar permintaan tersebut, Alvin mengalihkan pandangan ke arah lain. Dalam sekejap, ia teringat akan mimpinya di masa lalu. Kilas balik saat dirinya masih tinggal di Tangerang menghampiri.
Flashback
Kala itu, Alvin sedang berada di gudang belakang rumahnya. Ia tengah memeriksa beberapa lukisan yang baru saja dibuatnya.
Setiap warna dan pemandangan pada lukisan-lukisan diamatinya. Perpaduan setiap corak yang terpancar mampu menghadirkan senyum dan binar di kedua netra Alvin.
Dalam hati, Alvin bergumam, "Suatu hari entah kapan, aku mungkin membuka galeri seni pribadi dan menggelar art festival di beberapa kesempatan. Maka dari itu, ku sisihkan sebagian dari uang jajan sebagai simpanan."
Semenit kemudian, terdengar lah suara sang mama memanggil, "Alvin? Turun nak, makan malam sudah siap!"
Setelahnya, Alvin merapikan deretan lukisan pada rak yang tersedia. Tak lupa, dimatikannya lampu gudang. Dengan segera, ia meninggalkan ruangan penyimpanan bervolume sedang itu.
End of flashback
Velove menjentikkan jemarinya, "Vin? Halo.."
Alvin pun tersadar dari lamunannya seraya menggeleng, "Ah, iya Ve? Ada apa?"
"Kamu lagi mikirin apa? Kayanya penting banget." Velove bertanya seraya memicingkan kedua netranya.
Alvin menatap Velove sekilas, "Aku cuman keinget sama pengalaman lama. Engga ada yang serius."
"Hahaha, misterius juga kamu," tukas Velove seraya tertawa ringan.
Alvin menggaruk rambutnya perlahan dan berbisik dalam batinnya, "Kamu belum seutuhnya kenal diriku. Ke depannya, mungkin sifat dan apa yang aku pendam selama ini akan terlihat. Itu pun jika kita terus bertukar kabar setelah urusanmu selesai, Ve."