My First and Last

fransisca Lukito
Chapter #23

Part 22

Setelah menanti sekitar 15 menit lamanya, ponsel milik Alvin pun bergetar, menandakan bahwa adanya pesan chat yang masuk. Ia pun membuka pesan chat yang dikirimkan oleh Velove.

-Kalau pagi gini, kamu ngapain, Vin?-

Alvin mengulum senyum lembut pada bibir mungilnya. Ia pun mengetikkan balasan, -Nyantai di apart. Engga ada yang dikerjain-

Velove yang menerima pesan tersebut memicingkan kedua mata dan berujar dalam hatinya, "Serius? Kalau cuman kerjanya jadi Disc Jockey mana cukup buat bayar uang sewa apartement??"

Ia pun kembali bertanya melalui pesan chat, -Terus, sewa apartementmu gimana?-

Alvin dengan segera menjelaskan jawaban untuk pertanyaan tersebut. -Apartement ini udah aku beli dari 2 tahun lalu, tepatnya sebelum aku kerja jadi DJ-

Mendapat balasan tersebut, Velove mengerutkan keningnya dengan raup wajah penasaran. Ia pun berujar dalam hati, "Apartement dengan luas lumayan kaya gitu pasti engga murah. Terus, dia dapat uang dari mana sebelumnya?"

Dan raup wajah tersebut tak sengaja tertangkap mata oleh Evelyn yang baru saja masuk ke ruangan milik Velove dan Benita itu. "Lagi mikirin apa, Ve? Serius banget," tanya Evelyn dengan tatapan terpicing.

Suara lembut milik sahabatnya itu mengalihkan pandangan Velove dari ponsel. "Engga ada. Memang aku kenapa, Eve?" Velove balik bertanya pada Evelyn.

Evelyn merasa jika sahabatnya sedang menutupi rasa gengsi. Kali ini, senyum kecil tersemat pada bibirnya yang dipoles lipstick merah dengan sedikit warna pink. "Yakin? Kamu kelihatan kebingungan dan penasaran. Lagi chattingan sama siapa tuh?" Evelyn balik menggoda.

Raup wajah Velove pun berubah menjadi tegang dalam sekejap. Ponsel yang ditangkup oleh kedua tangannya mendadak diletakkan di atas meja kerja.

"Engga, aku cuman mikirin laporan SPT tahunan. Belum sempat rekap soalnya," sergah Velove, mencari alasan.

Kemudian, Evelyn berjalan mendekat ke meja kerja Velove dan berujar, "Kalau udah ada gebetan, jangan lupa traktirannya."

Velove memilih tak menanggapi ucapan dari gadis berambut panjang yang berlalu dari hadapannya itu. Meski dirinya sangat ingin untuk membantah, namun kali ini ia memilih untuk diam dan menahan diri. Bukan tak ingin berdebat atau menegaskan kondisi yang sebenarnya, melainkan ia tak ingin terus tampak menghindar tentang memiliki seseorang atau menyatakan bahwa dirinya susah untuk ditaklukan.

Usai mendiamkan ponselnya yang telah menerima beberapa pesan chat dari Alvin sejak lima menit lalu, Velove kembali memeriksa pesan-pesan tersebut.

-Ve, nanti siang, kamu ada acara engga?-

-Kalau engga ada, bisa tunggu aku?-

***

Sementara itu, Alvin yang baru menyelesaikan kegiatan cuci piringnya, memeriksa pesan terakhir yang dikirimnya. Hanya berstatus terbaca membuat pria itu mengerucutkan bibir, merasa sedikit kecewa karena tak kunjung mendapatkan balasan.

"Apa dia lupa bales ya? Cuman dibaca aja," ucap Alvin dalam hati.

Kemudian, ia meninggalkan ponselnya di atas meja dekat televisi dan melangkah masuk ke dalam kamar untuk meraih handuk dan pakaian ganti. Beberapa menit kemudian, pria bertubuh tegap itu memasuki kamar mandi dan memulai ritual mandinya di bawah pancuran shower.

Sementara, di sisi Velove, ia sedang memikirkan jawaban dari satu pertanyaan yang dilontarkan oleh Alvin. Sembari memikirkan reaksi yang pas, jemarinya mengetikkan satu hingga dua kata.

-Tunggu kamu?- Pesan yang baru saja diketiknya membuat kedua matanya berkedip.

"Engga, bukan gini reaksinya," gumam Velove dengan suara kecil. Lalu, ia kembali mengetikkan kata-kata yang dirasanya sesuai.

-Kenapa, Vin?- Sekali lagi, Velove mengoreksi tanggapan yang akan dikirimnya pada Alvin.

"Jadi, memang nanti siang, aku engga ada acara sama anak-anak. Engga salah dong kalau aku tanya tentang perihal nunggu dia," ucap Velove dalam hati dengan senyum samar.

Lihat selengkapnya