My First and Last

fransisca Lukito
Chapter #26

Part 25

Mendengar kata-kata yang meluncur dari bibir merah Velove secara langsung membuat Alvin terdiam. Di saat itu juga, ia merasakan perih pada bagian hatinya, dan hal itu membuat dirinya heran dan semakin bingung.

"Kenapa dengar larangan itu rasanya ada bagian hatiku yang patah? Aku sama dia 'kan cuman sebatas temenan, tapi kenapa rasanya seperti aku ditolak??" Alvin berujar dalam hati dengan air muka kalut.

Sementara, Velove yang mendapati lawan bicaranya terdiam mengerutkan kening dan memastikan, "Kamu paham 'kan maksudku?"

Alvin menatap Velove lekat dan mengangguk. Ia menanggapi, "Gara-gara teman-temanmu 'kan?"

"Hmm, kurang lebih. Mereka kalau engga ngusilin aku, kaya ada yang kurang. Maaf ya, Vin." Velove mengalihkan pandangannya dari pria yang berdiri di hadapannya kini.

"Oke, engga masalah kok." Alvin menyunggingkan senyum tipis dan menggaruk tengkuknya pelan.

Setelahnya, Velove berpamitan, "Anyway, thanks buat kopinya. Aku duluan ya."

"Enjoy your day, Ve." Alvin melambaikan tangan kanannya dan menyaksikan berlalunya sang wanita yang mampu membuatnya merasa penasaran itu.

Usai wanita bertubuh tinggi itu berlalu, tersirat rasa kecewa pada air muka Alvin. Ia tak menyangka jika rencana impulsifnya pada hari ini gagal di luar dugaan.

"Padahal, aku berharap hari ini bisa ngobrol lebih banyak sama dia. Setidaknya, meski engga banyak ngobrol, liat wajahnya aja. Tapi, malah jadi gini. Lagipula, kenapa dia engga cuek aja tentang tanggapan teman-temannya? Dia terlalu peduli penilaian orang lain." Alvin bersungut dalam hatinya, merasa sedikit jengkel dengan karakter Velove yang terlalu fokus dengan pendapat orang lain.

Di saat yang sama, ponselnya bergetar. Diraihnya benda pipih tersebut seraya menjawab panggilan dari Jevon, "Apa Von?"

"Nanti malam, kamu perform kaya biasanya 'kan? Ada tamu spesial nih katanya bos." Suara bass milik Jevon terdengar dari balik speaker.

"Engga kayanya, Von. Mendadak, aku kurang enak badan nih. Kamu cari backingan ya, sorry." Alvin menolak dengan halus.

"Oh, oke deh. Get well soon ya, Vin." Jevon menyudahi obrolan singkat itu meski ia sedikit heran mengapa Alvin mendadak membatalkan acara tampilnya.

Sesudahnya, ia pun melangkah keluar dari gedung kantor Garryson Company dan melaju dengan motor sport hitam kesayangannya ke suatu tempat. Rupanya, ia sedang membutuhkan waktu untuk merenung.

***

Di sore harinya, saat Velove telah selesai membereskan berkas dan meja kerja, Evelyn dan Metta menghampiri dengan beberapa pertanyaan yang diajukan.

"Kenapa kamu engga temenin aja tuh si DJ? Kasihan kalau liat tampangnya, capek dan melas lho, Ve." Evelyn mulai melayangkan pertanyaan sekaligus komentar yang lebih terdengar seperti cibiran di telinga Velove.

Velove menoleh dan menatap Evelyn serta Metta secara bergantian. "Memang engga mau aja. Aku engga terlalu kenal sama dia lagian, rasanya asing." Velove menanggapi dengan air muka datar.

"Ya makanya, kenalan, pendekatan." Metta memberikan solusi.

Velove melayangkan tatapan tajam pada Metta dan berujar, "Solusimu itu engga membantu. Jangan bilang hal serupa, aku malas."

"Lho, udah bener alurmu, temenan sama dia. Selebihnya, lebih akrab dan saling tau satu sama lain. Engga harus pacaran, Ve."

Lalu, Velove tak menanggapi ujaran dari sahabatnya itu. Ia memilih untuk bangkit dari duduknya dan mengenakan sling bag coklat dan berjalan meninggalkan ruang kerjanya.

"Dari siang, rasanya panas sama omongan teman sendiri. Sampai mau melakukan apa pun takut dikomentari. Saatnya, pulang dan beristirahat," ucap Velove dalam hatinya.

Dengan menggunakan taksi online, Velove melaju di tengah padatnya lalu lintas Jakarta pada sore hari. Bebunyian klakson roda empat dan dua terdengar sayub-sayub dari luar mobil taksi yang ditumpanginya.

Lihat selengkapnya