My First Love

Ign Joko Dwiatmoko
Chapter #1

Cinta Pertama

Seumur-umur aku aku belum pernah nembak cewek. Saat masa remaja aku terlalu cupu untuk bisa bergaul akrab dengan cewek. Padahal aku selalu kagum pada cewek dengan mata lembut, bibir mungil, rambut panjang bergelombang, bodi oke. Tinggi sedang-sedang saja. Di SMP aku tidak punya pengalaman sama sekali masalah cinta. Meskipun gelegak birahi masa remajaku subur mengalir aku amat malu bila harus mendekati cewek apalagi yang sedang kutaksir.

Luki, katakanlah wajahnya biasa saja, perawakannya tidak tinggi tapi sungguh ia amat manis di mataku. Senyumnya membuat aku tidak berkutik. Kadang aku berusaha mencuri-curi kesempatan memandangnya. Namun saat berpapasan, bibirku seperti terkunci rapat. Dada yang berdesiran dan perasaan malu campur aduk membuat aku seperti mati kutu. Bingung melihat diriku yang tiba-tiba mati gaya saat dihadapannya. Ia tersenyum. Hanya itu?

Aku tidak tahu apakah dia juga menyimpan perasaan sayang padaku. Perasaan sayang padanya terus kupendam dan sampai lulus SMA aku tak pernah berani menyapanya. Cintaku terkubur bersama waktu, Kusimpan memori itu dan menjadi kenangan buruk yang tak pernah kulupakan. Aku tahu bahwa sebetulnya ia juga menyukaiku, sayangnya mentalku tidak pernah cukup untuk menyambut dia sebagai kekasih. Aku takut dia menolak cintaku, aku takut patah hati. Padahal seharusnya aku harus berani nekat.

Sinyal-sinyal cinta itu sebetulnya kurasakan juga saat ia menatapku, tapi aku terlalu cemen untuk melihat kenyataan bahwa dia sebagai wanita pasti gengsi mendahului untuk menyatakan suka. Ketika aku merasa sayang yang tahu cuma ibuku. Aku sering curhat kepada ibu. Tentang apa saja juga tentang cinta yang kupendam.

“Jon, Jadi laki-laki harus berani ditolak, Mosok laki-laki takut gagal. Ditolak itu hal biasa. Sama Luki saya kenal baik. Ibunya teman baik waktu ibu masih muda kalau tidak berani apa perlu ibumu yang maju untuk ngomong terus terang tentang perasaanmu.”

“Eng, enggak usah Bu…nanti saya saja…Jangan…itu urusanku. Aku tidak mau ibu ikut cawe-cawe…”

Lihat selengkapnya