Bagiku Citra adalah sosok baru yang menyedot perhatianku. Gadis yang baru saja putus dengan pacarnya itu magnet baru bagi perasaanku. Entah aku selalu lemah bila telah suka pada perempuan. Sebetulnya sih tidak seseru getarannya bila aku dulu memandang Luki. Aku sudah berani memandang dan menatapnya lekat-lekat. Aku bukan lagi lelaki cupu yang selalu salah tingkah bila melihat kilatan mata perempuan yang ditaksir.
Aku melihat Citra dengan mata hatiku, bukan karena nafsu pada kenyalnya payudara yang ia punya atau wajah dan bibirnya yang seksi. Ku katakan ia wanita yang memberi kenyamanan.Titik. Ngobrol dengannya seperti membangun ide - ide segar dan mengalir tak terbendung segala gagasan yang dulu sering mampat. Citra seperti membangunkan lagi hasratku untuk mencintai wanita. Sudah bertahun-tahun aku sendiri dan waktuku banyak larut dalam urusanku dengan segala hasrat—hasratku termasuk menulis dan memelototi gawai. Sekali-kali kulirik gambar di mesin pencari yang secara tiba-tiba bisa membetot mata lelaki dengan gambar seronok. Perempuan seronok tanpa busana padahal aku sebetulnya sedang membuka gambar-gambar tentang Pemandangan alam.
Apakah mesin pencari menterjemahkan bahwa pemandangan alam itu apa yang terpandang manusia di depan mata. Termasuk tiba-tiba di sela-sela gambar muncul gadis manis sepertimu.
Citra baru saja ku kenal. Sosoknya masih asing tapi aku janji bila kenal lebih dalam aku akan menerima dia apa adanya. Pertemuan yang aku tunggu itu tibalah. Aku duduk di tepi danau Sunter memandang air yang bergelombang tertiup angin yang datang dari arah utara.
Lewat SMS ia mengirimkan detil lokasinya dan aku dengan susah payah menemukan lokasi tempat janjian. Aku memang jarang ke danau Sunter maka agak susah juga mencari lokasinya. Setelah tiga kali keliling danau baru ketemu dia yang hampir saja pulang.Tergopoh-gopoh aku mengejarnya.
“Maaf, aku terlambat”
“Hampir saja aku pulang saya pikir kamu lupa…”
“Bukan itu… aku jarang ke sini jadi agak susah menemukan lokasinya. Padahal aku tadi sudah muter danau tiga kali…”
“Oh ya…Mengapa kau tidak bertanya pada orang…”
“Tadi sudah bertanya tapi kebanyakan orang menjawabnya seenaknya. Entah benar entah tidak ternyata ketika kuturuti petunjuk orang tadi aku malah kebabalasan.”
“Oh… Ya sudah…mari kita duduk di sana,” Citra menunjuk tempat duduk kayu tidak jauh dari dermaga tempat orang bermain ski air.
“Mau minum apa…?” Citra inisiatif.
‘Oh, kok kamu yang menawarkan minuman, aku saja yang nraktir kali ini Ok.”
“Jangan, biar aku saja…aku tadi sudah pesan”
“Ya sudah terimakasih…”
Dalam hatiku kebetulan juga. Uang di kantong bajuku lagi menipis. Kalau kutraktir di tempat ini, berapa yang harus kubayar.
“ Kau biasa ke sini Ya…”
“Nggak juga sih….baru 4 kali saja…Aku memang suka dengan lokasi-lokasi seperti ini, bisa melepas stress. “
“Aku juga senang duduk di tempat yang luas dan banyak pohon rindangnya. Habis di Jakarta rasanya di mana-mana bawaannya gerah.”
“Betul, Aku setuju… sekali-sekali yuk keluar kota…”
“Hah, kau mengajakku…?”
“Iya, memangnya kenapa Jono…?”