My Future List

Nada Lingga Afrili
Chapter #3

2. Rindu

1 Januari 2018

“Quintaaaaa! Sini lo! Kurang ajar lo, ya, nyelipin sepatu gue di jendela!”

Quinta terus berlari menyusuri lorong sekolah. Dari lorong satu ke lorong lainnya. Berlari sambil tertawa senang karena berhasil membuat temannya kesal. Senyumannya yang selalu membuat orang lain ingin ikut tersenyum mengembang, ikut menyusuri lorong-lorong itu. Siswa lain seketika menoleh saat mendapati Quinta sedang asyik kejar-kejaran dengan salah satu temannya.

“Quintaaa! Berhenti nggak?!” Lari temannya semakin tak terkontrol saat dirinya sekarang bukan lagi mengincar pertanggungjawaban sepatunya melainkan mengincar Quinta.

Quinta tak peduli dengan suara temannya yang sudah ngomel-ngomel di belakangnya. Mengikutinya juga dengan berlari membuat Quinta semakin ingin menjauh darinya. Rambut cokelat panjang berkilaunya yang sengaja digerai menari ke kanan dan ke kiri seiring kakinya melangkah. Matanya besar indah. Bulu matanya lentik tebal. Alisnya tebal dan rapi. Kakinya ramping mengikuti bentuk tubuhnya. Lehernya jenjang. Kulitnya putih bersih. Bentuk wajahnya seperti model-model Victoria Secret. Wajah manisnya yang teduh tidak terlalu cantik namun enak untuk dipandang.

Quinta tidak sempurna, namun dia terlalu sempurna untuk cara pandang orang sederhana.

GREP!

“Kena lo!”

Tubuhnya terkejut dan langsung membalikkan badannya menghadap temannya.

Quinta terpingkal-pingkal. “Ampuuun!” Kedua tangannya dirapatkan lalu digesek-gesekkan di deoan temannya sambil mengemis maaf yang tak berlandaskan niat.

Quinta tertawa kencang sekali setelah melihat ke bawah. Dia melihat kaki temannya yang hanya mengenakan kaus kaki dan membayangkan sedari tadi temannya berlari mengejarnya tanpa sepatu. Usil sekali memang. Entah mengapa rasa senang akibat keusilannya semakin membuatnya tertawa keras.

“Nggak! Ambilin dulu sepatu gue ih! Gue nggak nyampe ngambilnya tau?! Udah tau gue pendek, ngusilinnya segala naro barang gue ke tempat yang tinggi-tinggi pula. Ayo cepet ah balik ke kelas ambilin sepatu gue.”

Melihat temannya sedang tidak memerhatikannya, Quinta langsung bergegas lari kembali sambil berteriak.

“Nggak mauuu! Hahahaha.”

“QUINTAAA!”

Saking senangnya dia berlari seraya menikmati kemenangannya, dia tak sadar bahwa dia akan menabrak seseorang yang membuatnya sangat terkejut.

BRUKKK

“Aw!” Quinta meringis.

Dia telah menabrak dada seseorang yang sangat dia kenal. Orang itupun juga sedikit meringis karena tubrukan itu memang sangat kencang, apalagi Quinta tadinya sedang berlari.

Saat mata mereka menyatu, Quinta mengerjapkan mata. Buatlah sempurna mata cantik itu. Sudut-sudut bibirnya tertarik otomatis menampilkan senyuman gembira.

“Kak Arzal!”

Arzal Pratama. Senior Quinta yang sudah 3 tahun yang lalu menjadi alumni sekolah tersebut. Usianya kini sudah 21 tahun, beda 3 tahun dengan Quinta. Salah satu alumni yang paling dekat dengan Quinta karena mereka satu ekskul. Dan salah satu alumni yang paling sering bersama dan bercanda dengan Quinta karena sifat Quinta yang asyik untuk diajak bicara.

Arzal memerhatikannya dengan bingung, lalu melihat ke arah belakang Quinta dengan pandangan penasaran. “Lo ngapain lari-lari sih, Ta? Dikejar setan?”

Quinta mengatur napasnya. Kedua tangannya bertumpu di kedua lututnya. “Bukan.... Hahh hahh dikejar jelmaan setan!”

“Lo ngapain ke sekolah, Kak?” Quinta membenarkan posisi berdirinya. Menatap kakak seniornya heran.

“Ya emang yang boleh ke sekolah cuma lo doang?”

Arzal berjalan melewati Quinta menuju sekretariat ekstrakurilernya dulu. Dia berjalan santai sambil menikmati pemandangan sekolah yang dirindukannya.

Lihat selengkapnya