Jam istirahat telah tiba. Bimo yang biasanya cepat-cepat mengajak kedua sahabatnya ke kantin kini memilih absen. Bimo merasa memiliki tanggung jawab untuk menghampiri Aluna di kelasnya. Mendengar bisikan-bisikan tadi pagi saat berjalan bersama Aluna, Bimo merasa ia harus ada untuk Aluna mulai saat ini, tidak akan lagi ia sia-siakan waktu yang semesta suguhkan untuknya.
Bimo sebetulnya merasa bingung karena tidak pernah merasa harus seperti ini. Bahkan Bimo sama sekali tidak pernah pacaran. Bimo menganggap bahwa wanita adalah makhluk yang rumit, semaunya sendiri, egois, tidak mau mengerti tapi sukar dimengerti, manja dan boros. Tapi entah mengapa di mata Bimo, Aluna tidak seperti itu. Aluna sosok yang mandiri. Dia kuat. Dia telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Tapi ia masih mampu menjalani hidup hingga saat ini.
Perlu diketahui bahwa Bimo ini adalah salah satu anggota olimpiade matematika di sekolahnya. Satu-satunya anggota yang tidak memiliki citra layaknya anggota olimpiade lainnya. Bocah petakilan dan tidak bisa diam seperti Bimo mana bisa dipercayai sebagai anak olimpiade? Tapi, Bimo berhasil mematahkan asumsi orang-orang yang beranggapan bahwa bocah petakilan macam Bimo tidak bisa meraih prestasi. Buktinya, selama olimpiade Bimo selalu menduduki peringkat 10 besar. Tak jarang ia pulang membawa piala dan medali yang menjadi kebanggaan para gurunya.
Bagi Bimo, matematika adalah hiburan dikala ia stress. Sangat berbanding terbalik dengan anggapan yang lain. Siapa mencintai matematika? Mungkin dapat dihitung dengan jari. Semuanya menganggap matematika adalah momok yang menakutkan. Tetapi bagi Bimo, matematika adalah sebagian hidupnya.
Bimo sudah berada di depan kelas Aluna. Ia bimbang untuk menyusul Aluna atau tidak. Ia sudah berjanji akan selalu ada untuk Aluna, sangat klise memang tetapi Bimo sudah terlanjur jatuh. Bimo masih belum bisa beradaptasi dengan Aluna yang terlalu pendiam dan berbading 180 derajat dengan dirinya. Setelah beberapa saat menimbang-nimbang, ia kemudian memilih untuk masuk.
Awalnya, Bimo hanya celingak-celinguk di tengah pintu kelas XI MIPA 7. Untungnya, ada temannya yang juga anak olimpiade duduk di kelas ini dan menyadari keberadaan Bimo.
"Bim, ngapain lo di sini?" Tanya Alya.
"Eh anu itu, gue mau cari Aluna," jawab Bimo sedikit gugup.
Mendengar kata Aluna disebut, Alya mendelik penuh tanya. Sepertinya, Alya butuh beberapa waktu untuk mendengar kata 'Aluna' yang disebut Bimo terproses dalam otaknya agar ia paham.
"Seriusan lo nyari Aluna?" Tanya Alya pelan-pelan.
"Iya, emang kenapa sih?" Tanya Bimo kembali.
"Lo ada urusan apa sama dia?" tanya Alya.