Dor!!!
Guci di meja jatuh, membuatku kaget.
"Dasar anak tidak tau diuntung,
bukannya kerja cari uang, ini malah
leha-leha," ucap pria paruh baya.
Pria itu adalah ayahku, dalam hidupnya ia tak pernah menginginkan anak perempuan lahir dari rahim ibuku dan begitu juga dengan ibuku.
Aku Anna Azka Alabrar, terlahir dari keluarga miskin, mempunyai banyak saudara dan mereka semua laki-laki. Jengkel dengan sikap ayah yang selalu memarahi dan selalu membeda-bedakan. Ia pikir semua anak perempuan pembawa sial dan sangat merepotkan, terlebih keadaan ekonomi kami yang tidak mendukung. Ayah pernah bilang, dalam keadaan seperti ini anak laki-lakilah yang sangat menguntungkan karena laki-laki bisa bekerja dan bisa digunakan menjadi sumber penghasilan.
Aku berjalan-jalan untuk mencari kebebasan dan ketenangan dari ayah, tapi bukannya kedamaian malah keriuhan yang aku dapatkan.
"Assalamualaikum, ibu-ibu semua. Lagi
pada ngapain nih bu, kumpul-kumpul
kaya gini?" Tanyaku. Aku menggesek paksa tubuhku agar bisa duduk di tengah ibu-ibu. Raut wajah ibu-ibu itu terlihat sangat kesal.
"Waalaikumsalam, neng," jawab ibu-ibu serentak.
"Ini nih neng, kita lagi nyoba main yang
jujur jujuran tantangan gilu loh. Biar kaya anak ABG,"ucap salah satu dari ibu-ibu itu.
"Ouh, truth or dare kali bu," kritikku.
"Iya itu neng," ucap salah satu dari mereka. Mata mereka menatapku tajam. Ngeri.
"Saya boleh ikutan gak bu, bosen nih
gak ada kerjaan. Di rumah di omelin mulu, diluar gak ada tujuan," curhatku. Beberapa dari mereka menepuk pundak, kepala, dan punggung tanganku.
"Yaudah ikutan aja, lagian gak ada yang tau cara mainnya," ajak mereka.
"Hadeuh, gimana sih bu," protesku. Mereka semua malah cengengesan.
***
"Dasar cewe-cewe matre, bisanya cuma
mandang dompet sama fisik doang," Keluh seorang pemuda.
Revin Edgar Cavero adalah seorang anak dari keluarga konglomerat, ia tampan, mapan, cerdas, ia memiliki segalanya kecuali pasangan. Bukannya tidak laku, hanya saja ia belum menemukan perempuan yang tepat.
"Setiap pulang ngeluh. Bawa calon juga enggak!" Cetus seorang wanita. Ia adalah mamaku, sedari tadi ia sudah berada dibalik pintu kamar. Aku menatapnya cuek.
"Kenapa sih ma, setiap cewe yang Revin temui pasti cuma mengejar duit, duit, dan duit? Matre!" protesku. Mama tersenyum dan duduk di sampingku.
"Matre itu wajar karena mereka wanita. Wanita ingin prianya bisa memuaskan mereka dengan memberi harta dan kebutuhannya. Sedangkan pria, mereka membutuhkan wanita karena ingin memuaskan nafsunya kan," ucap mama. aku mendengarkan. Lalu, mama mengelus kepalaku lembut.
"Tapi, ma..mm," mama membungkam mulutku.
"Bagaimana kalau kamu terima perjodohan dari anak teman papa? Mama yakin wanita itu akan setuju, karena kamu tampan, mapan, dan dari keluarga terpandang," usulnya. Mulai lagi. Nada bicara mama yang lembut berubah menjadi rada-rada...
"Ma! Revin udah bilang kan, kalau Revin gak mau di jodohin. Coba mama bayangin," aku menatap mama. Ia menutup mata dan akan mulai membayangkan. "Gimana kalau perempuan yang dijodohin sama aku itu ada kelainan, tapi orang tuanya nyembunyiin dari kita," dugaku. Mata mama langsung melek.