Can marry your daughter. And make her my wife. I want her to be the only girl that I love for the rest of my life. And give her the best of me ‘till the day that I die, yeah. I’m gonna marry your princess. And make her my queen. She’ll be the most beautiful bride that I’ve ever seen. Can’t wait to smile. When she walks down the aisle. On the arm of her father. On the day that I marry your daughter.
Lagu Brian McKnight yang berjudul Marry Your Daughter, selalu saja membuatku tersenyum. Rasanya lagu ini menghembuskan angin romantika yang luar biasa ketika didengarkan, apalagi dalam suasana hening. Saat mendengarkan lagu ini, pasti terbesit keinginan agar seseorang menyanyikannya di hadapan Ayahku. Namun, ketika membayangkan pernikahan yang sebenarnya maka bukanlah tersenyum, justru menggeleng-gelengkan kepala. Inilah keajaiban musik, hal yang pada dasarnya membuat kita takut bisa berubah menjadi keindahan jika diubah menjadi lirik sebuah lagu. Ketika suasana patah hati yang jelas-jelas adalah sebuah penderitaan akan berubah menjadi sesuatu yang ingin didengarkan hanya karena dibalut dengan sentuhan musikal.
“Apa Kakak sudah tidak sabar ingin menikah?” tiba-tiba adikku muncul di sampingku.
“Kau mengagetkan Kakak, Zahra!” seruku dan langsung menggeser kepala untuk berbagi bantal dengan adik perempuan yang berbeda tiga tahun denganku ini.
“Maaf kalau mengejutkan Kakak, tetapi benar kan yang Zahra bilang?”
“Tentang apa?”
“Kakak ingin menikah. Benar kan?”
“Kamu ini bicara apa?”
“Kakak sering mendengarkan lagu-lagu yang beraroma pernikahan. Jadi, aku ambil kesimpulan kalau Kakak sudah siap untuk menikah.”
“Ada-ada saja kamu ini," aku tersenyum ke arah Zahra, lalu meraih minuman kaleng yang ada di meja samping tempat tidurku.
“Zahra tidak mengada-ngada. Zahra membawa kabar baik untukmu, Kak.”
“Kabar baik apa?” tanyaku datar sambil meneguk minuman kaleng itu.
“Ayah menjodohkanmu dengan anak temannya dan katanya dia ingin segera menikahkan kalian.”
“Apa?” Zahra langsung membuatku tersendak, “apa maksudmu Zahra?”
“Iya Zahra serius, sama sekali tidak bercanda. Tadi Ayah dan Ibu menemui Zahra. Mereka bertanya pendapat Zahra, kira-kira Kakak sudah siap untuk pernikahan apa belum.”
“Lalu bagaimana jawaban Zahra?”
“Zahra jawab, selama ini Kakak sering sekali mendengarkan lagu pernikahan dan Zahra pikir Kakak memang sebenarnya sudah ingin menikah.”