My Ice Boy

Bentang Pustaka
Chapter #3

Part 3: Muka Tembok

“Ada 1.001 jalan menuju Roma. Itu artinya, bersiaplah menerima 1.001 makian.”

Salsa sudah berdiri di koridor utama sekolah pagi-pagi sekali sambil tersenyum semanis mungkin. Tiap kali senyumnya menciut, Nadin dan Fira langsung berteriak hingga mau tak mau Salsa kembali memaksakan tersenyum.

“Lagi jadi patung selamat datang, ya, Sal?” tanya salah seorang teman sekelas Salsa yang baru saja hendak melewatinya.

Salsa langsung memelotot, memperingati cowok berkumis tipis itu untuk diam saja.

“SALSA SENYUMNYA MANAAA?”

Salsa refleks tersenyum begitu mendengar teriakan nyaring Fira di belakangnya. Tepat saat itu pula matanya menangkap sosok yang ditunggu-tunggu sejak tadi tengah berjalan menuju koridor utama.

“Pertama, lo harus kasih senyuman pagi ke Kak Galen. Biar dia selalu kebayang sama lo sepanjang pelajaran. Pokoknya kasih senyuman lo yang paling manis.”

Trik macam apa itu? Salsa ingin sekali membantah ucapan Nadin semalam. Namun, sahabatnya tersebut malah mendesaknya untuk bertingkah bodoh pagi ini. Kata Nadin, “Coba dulu, nggak ada salahnya. Daripada lo diem aja, Kak Galen mana bisa kepincut sama lo?”

Gigi Salsa sudah hampir kering karena tersenyum sejak tadi. Ia semakin memperlebar senyumnya ketika Galen hampir mendekat. Namun sialnya, lagi-lagi cowok itu hanya berjalan cuek melewatinya. Bahkan, Galen sama sekali tidak meliriknya. Seolah Salsa tidak ada di sana.

Tidak menyerah, Salsa mengimbangi langkah Galen menyusuri koridor.

“Yang kedua, kasih dia ucapan selamat pagi.”

Morning, Kak Galen,” sapa Salsa masih melemparkan senyum manisnya.

Akan tetapi, lagi-lagi Galen seolah bisu. Ia tampak tidak tertarik kepada Salsa. Langkah-langkahnya justru semakin cepat hingga membuat Salsa mulai kewalahan untuk mengimbangi.

Kan, apa kata gue? Nih cowok emang sombongnya setengah mampus! Mulutnya rapet banget kayak habis makan lem tikus!

Salsa melirik Nadin dan Fira, yang berada cukup jauh dari posisinya. Dua sahabatnya itu kompak mengacungkan tiga jari, mengingatkan Salsa untuk menjalankan trik yang ketiga.

Salsa berdecak pelan, kemudian kembali berusaha menyusul Galen. Ia memberanikan diri mengadang langkah Galen tepat di depan kelas cowok itu.

“Ketiga, ajak kenalan. Ingat, sapaannya harus aku-kakak.”

“Namaku Salsa Anastasya, kelas XI IPS 1.” Salsa mengulurkan tangan. Senyumnya masih mengembang.

Galen menatap datar sementara Salsa berusaha keras untuk tidak mulai menghitung detik waktu. Namun sialnya, doktrin Fira masih bekerja di otaknya. Ia secara refleks langsung menghitung detik yang berlalu tepat ketika sorot mata tajam itu menusuk ke dalam matanya.

“Lo masih belum ngaca?” Nada suara Galen terdengar menyindir. “Gue nggak minat kenalan sama lo!” Ia langsung bergeser untuk mengambil jalan yang tidak dihalangi Salsa. Namun, Salsa kembali menghalaunya.

Kepala Salsa sudah berasap akibat kata-kata Galen. Namun, ia masih berusaha untuk tersenyum, walau senyumnya sangat jauh dari kesan alami.

Sabar, Sal. Coba dulu trik yang keempat!

Salsa mengulurkan minuman susu cokelat kemasan kotak yang dibawanya sejak tadi ke arah Galen. “Aku beliin ini buat Kakak. Diminum, ya. Biar makin semangat belajarnya.”

Salsa tahu, Galen tak kalah kesal saat ini. Semua dapat terlihat jelas dari sorot mata Galen yang seolah ingin menelannya hidup-hidup. Namun, Salsa tidak punya pilihan lain. Sungguh! Kalau saja semua ini tidak berhubungan dengan Miracle-nya, tentu Salsa tidak pernah mau berurusan dengan cowok angkuh seperti Galen.

“Lo punya waktu tiga detik buat menyingkir!”

Sepotong kalimat yang terlontar dari mulut Galen sukses membuat Salsa bergidik ngeri. Ditambah sorot mata itu masih menusuknya tanpa ampun. Sudah lebih dari lima detik. Artinya, Salsa benar-benar dalam bahaya.

“Satu ....”

Salsa langsung menyingkir pada hitungan pertama. Ia membiarkan Galen masuk ke kelas setelah puas menakut-nakuti Salsa dengan sorot matanya.

Gila, tuh cowok angker banget! Mirip burung hantunya Limbad.

“Lagi ngapain, Sal?”

Suara teguran itu membuat Salsa langsung menoleh. Ia menemukan Arnan berdiri tepat di hadapannya.

“Bisa pecah, tuh, minuman lo,” Arnan menunjuk susu kemasan yang digenggam Salsa erat sekali.

Salsa baru sadar sudah terlalu kuat menggenggam minuman di tangannya. Semua akibat rasa kesalnya terhadap sikap angkuh Galen.

“Buat siapa?”

Tanpa ragu, Salsa langsung mengulurkannya kepada Arnan. “Buat Kakak,” katanya sambil tersenyum manis.

“Serius?” tanya Arnan ragu, tetapi langsung dijawab Salsa dengan anggukan. “Tahu dari mana kalo gue suka susu cokelat?” Ia menyambut sambil tersenyum.

Feeling aja.”

Thanks, loh,” ucap Arnan sambil mengangkat minumannya.

Senyum Salsa semakin lebar. Namun, tidak berlangsung lama karena perhatiannya kemudian beralih ke suara ribut dari dalam kelas.

“Santai, Len. Tas lo nggak salah apa-apa. Jangan dibanting-banting.”

“Pinjam penggaris, Ris!” seru Galen kepada Haris di sebelahnya.

“Buat apaan?”

“Mau gue patahin!”

Salsa langsung mengalihkan pandangan ketika matanya tanpa sengaja beradu dengan tatapan mata Galen yang masih saja terlihat angker.

“Udah hampir jam masuk. Aku balik ke kelas, ya, Kak,” pamit Salsa sambil melambai singkat kepada Arnan, kemudian memelesat menuju kelasnya.

***

“Kak Galen terima minuman dari lo, Sal?”

Sudah Salsa duga, Nadin dan Fira akan langsung mencecarnya dengan pertanyaan begitu ia kembali ke kelas.

“Boro-boro!” jawab Salsa malas sambil menyandarkan bahu di kursi. “Ngelirik aja ogah.”

“Terus, susunya ke mana sekarang?” tanya Fira heran.

“Gue kasih ke Kak Arnan. Dia suka susu cokelat ternyata.” Raut wajah Salsa berubah ceria setiap kali membahas Arnan.

“Lo kasih susu itu ke Kak Arnan di depan Kak Galen?” Nadin terkesan heboh di mata Salsa.

“Gue nggak yakin dia lihat, kok. Gue kasihnya di depan kelas pas Kak Galen udah masuk.”

“Ya ampun, Sal. Lo bego banget, sih. Bisa-bisa Kak Galen nggak percaya niat lo buat PDKT sama dia!” kesal Nadin. “Lo sebenernya mau PDKT sama Kak Galen atau Kak Arnan, sih?”

Salsa mencebikkan bibir. Ia menyadari sikapnya salah. Ia harusnya lebih menahan diri untuk tidak tertarik kepada Arnan sementara waktu. Paling tidak sampai misinya berhasil. Sampai ia tahu siapa Miracle-nya.

Please, Sal. Kalo lo mau ikutin saran dari kita, jangan setengah-setengah.” Fira ikut mengeluh.

“Iya, iya, maaf. Terus, sekarang gue harus gimana?”

Lihat selengkapnya