My Idiot Husband

Defa Riya
Chapter #9

Wong Gendeng

Keesokan harinya ketika langit masih terlalu gelap untuk memulai aktivitas, Fiya dibangunkan oleh suara lembut dan murni yang melantunkan ayat suci Al-Quran.

Fiya mengerjap beberapa kali, menguap lebar sebelum membuka mata dan menatap Ibra yang duduk bersila di lantai, menghadap kiblat, sambil membaca Al-Quran di tangannya.

Suara Ibra lembut dan murni. Garis-garis wajahnya jelas dan tajam. Kulit putih pucatnya berpadu dengan alis tebal, hidung mancung, bibir tipis, serta pipi tembam yang membuatnya terlihat tampan dan menggemaskan. Dipadukan dengan baju koko putih, sarung, dan peci hitam, Ibra terlihat bak Malaikat kecil yang bersinar secerah dan sehangat matahari pagi di dunianya yang gelap.

Ketika Fiya menatap Ibra dengan melamun, saat itulah Ibra yang menyelesaikan kegiatannya mendongak menatap Fiya di atas ranjang.

Ups ....

"Bangun?"

Fiya mengangguk tanpa sadar.

Ibra mengulas senyum, lalu meletakkan Al-Quran di tangannya ke atas nakas.

"Tahajud."

Fiya mengerjap, tidak mengerti apa maksud Ibra.

Apa dia memberitahunya ia baru selesai sholat Tahajud? Atau memerintahkannya sholat Tahajjud?

Sementara Fiya menatap Ibra dengan linglung, Ibra mengerutkan kening melihat Fiya tidak merespon.

"Tahajud."

Ia mengulangi, membuat Fiya menunjuk dirinya sendiri.

"Aku?"

Ibra mengangguk dan mendesak Fiya melalui tatapannya.

Ugh.

Fiya menatap kosong selama beberapa detik sebelum mengangguk, beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.

Kapan terakhir kali ia bangun di sepertiga malam dan menjalankan sholat tahajjud? Ia tidak ingat pasti, tapi sepertinya itu sudah sangat lama.

Dengan mata setengah terbuka, Fiya mencuci wajah sebelum mengambil air wudhu dengan perasaan enggan.

Ya, kalian bisa menilainya buruk dan malas, tapi dia benar-benar enggan bangun dari tempat tidurnya yang nyaman dan bersentuhan dengan air dingin.

Terlebih matanya masih redup seredup bohlam kehabisan daya!

Sementara Fiya mengeluh secara batin, Ibra yang menyelesaikan kegiatannya berbaring di atas ranjang dan melanjutkan tidur. Hal ini tentu saja membuat Fiya yang keluar dari kamar mandi menggertakkan gigi karena kesal.

Apa maksud lelaki ini? Hah?

Menyuruhnya sholat Tahajud sedangkan ia sendiri asyik tidur nyenyak?

Ia menatap sosok Ibra di atas ranjang dengan wajah berkerut.

Meredakan kemarahan di dalam dadanya, Fiya meraih sajadah dan mukena yang terlipat rapi di dalam lemari, mengenakannya lalu melaksanakan sholat Tahajud seperti apa yang Ibra perintahkan.

Karena ia sudah terlanjur bangun dan berwudhu, sama sekali tidak ada kerugian untuk menunaikan sholat sunnah, bukan?

———

Tiga hari tanpa terasa berlalu setelah ia menikah dengan Ibra. Selama tiga hari ini, ia menjadi sedikit lebih memahami preferensi Ibra dan keluarganya.

Misalnya sesibuk apapun pekerjaan mereka, mereka tetap menyempatkan waktu sarapan bersama dan menunggu seluruh anggota keluarga selesai, sebelum memulai dengan pekerjaannya masing-masing. Dan ya, orang terakhir yang menyelesaikan sarapannya ialah Ibra. Seorang obsesif-kompulsif yang mengunyah makanannya sebanyak 33 kali sebelum menelan.

"Kak Ibra, apa kamu gugup?" tanya Fiya meletakkan telapak tangannya di atas telapak tangan Ibra.

Saat ini mereka berada dalam perjalanan menuju restoran di Kabupaten G dalam rangka pertemuan dua keluarga.

Lihat selengkapnya