My (im)Perfect Prom Night

mollusskka
Chapter #9

Bab 9

Nava duduk di kursi Mia saat aku sampai di kelas. Badannya diputar menghadap meja Emil di belakangnya. Di meja itu mereka membuka-buka majalah fashion yang kubawa. Sementara itu Hendrik tengah asyik sendiri dengan ponselnya. Mungkin main game seperti biasanya. Jam itu giliran pelajaran Ekonomi, tapi Pak Asep belum datang. Mia juga belum kembali ke kelas. 

“Dari mana aja, ih? Kok baru datang?” tegur Emil begitu aku sampai di meja. 

“Dari perpuslah. Kan udah aku bilang.” Aku ikutan kesal. 

“Ya ampun… Tadi teh Ben nyariin kamu, tahu. Aku bilang kamu ke perpus. Terus dia balik lagi. Ceunah (katanya) dia udah cari ke semua sudut perpus, tapi kamu teh nggak ada. Di teleponin, hape nggak aktif. Ka mana wae (Ke mana aja), sih, tadi?”

“Kasihan tahu, Ben.” Nava menambahkan pelan sambil membolak-balik majalah. 

Aing tadi ninggali maneh asup ka kelasna si Dika (Aku tadi lihat kamu masuk ke kelas Dika). Rek naon siah kaditu (Mau ngapain ke sana)?” tanya Hendrik dengan nada datar. Perhatiannya tetap tertuju pada ponselnya. Jarang sekali dia peduli begitu hingga membuat Emil dan Nava menoleh sekilas padanya. Aku berusaha menutupi keterkejutanku atas ucapan Hendrik tadi. Ini misi rahasiaku. Siapa pun tidak boleh tahu.

Aku berjengit pada Hendrik. “Sok tahu, deh! Sekalinya nimbrung ngasal. Kasar lagi ngomongnya!” cibirku, yang tentunya tidak dilihat Hendrik. Dia juga tidak menanggapiku karena sudah kembali tenggelam ke dunia ponselnya. Justru Emil yang terpancing.

“Ya ampun, ngapain kamu ke kelas Dika? Kok nggak ngajak-ngajak?" tanyanya heboh.

“Aku nggak ke sana, Emil!”

Nava tiba-tiba mengamati diriku. “Kalau benar ke perpus, mana bukunya? Biasanya kamu selalu pinjam buku baru buat ibu kamu, kan? Hayooo, kamu bohong kan soal ke perpus?” 

 “Ya ampun! Itu pan (kan) gelang yang dulu dikasih Dika!” Emil tiba-tiba menarik pergelangan tanganku dan memelototi gelang yang kupakai. “Iya, ih! Aku ingat pisan (banget) gelangnya! Ya ampun, kamu teh balikan lagi sama Dika?”

“Apaan sih?!” sungutku sambil menarik tanganku. “Aku nggak ke kelas Dika, apalagi sampai balikan. Lagian itu kan bukan urusan kalian!” Aku kini melotot pada Nava. “Kamu juga pinjam majalah main ambil aja, bukannya izin dulu! Ada yang sobek, aku tuntut, ya. Pulang sana!” Dengan kesal aku menarik majalah fashion-ku lalu mendorong Nava supaya kembali ke mejanya.

Aku lantas berbalik ke depan, mengabaikan rasa penasaran Emil yang belum terpuaskan. Kuambil ponsel dari saku rokku dan mengeceknya. Sial! Ternyata ponselku memang belum kuaktifkan karena guru sejarah Indonesia mewajibkan itu selama kelasnya berlangsung. Lalu tadi aku disibukkan dengan urusan surat promposal untuk Dika, jadi aku benar-benar lupa dengan ponselku. Notifikasi WA dari Ben langsung berdenting dan muncul di layar ponsel.  

'Aku perlu bicara, Ly. Kapan bisa?’ tulis Ben. Aku tersenyum mengamati kebiasaan Ben setiap menulis chat. Dia hampir tidak pernah menyingkat kata, tapi isinya hampir selalu singkat.

Kurasakan Mia datang dan mengembuskan napas lega di kursi di sebelahku. Dia mengatakan sesuatu tapi tidak kuhiraukan. Mia pun akhirnya mengobrol dengan Nava yang duduk di bangku depan kami sementara aku berbalas chat dengan Ben.

Aku: Jam rehat k2?

Lihat selengkapnya