Aku membuka mata di pagi hari yang mendung. Pasti ini karena asap kembang api tadi malam. Aku meregangkan tubuhku terlebih dahulu sebelum aku beranjak dari kasurku tak lupa merapikannya dan langsung turun pergi mandi.
Setelahnya aku melirik jam dinding yang menunjukkan arah jarum jam di pukul 6.27 AM. Aku bergegas kebawah untuk menyiapkan makanan untukku dan tentu saja untuk temanku. Mungkin dia masih tidur sekarang, tapi ternyata dia sudah bangun dan sedang menonton Drama Korea di acara TV Internasional.
“Kamu sudah bangun? Tunggu sebentar ya, aku akan menyiapkan makanan sekarang” Ucapku sambil mengikat rambutku turun dari tangga. Tak ada balasan?
"Hooooo!!!, dia masih tidur ternyata, sebaiknya aku harus diam agar dia tak terbangun”
Aku berjalan menuju tempatnya, rasanya ingin sekali menjaili orang ini, siapa suruh tampangnya bikin kesal. Aku duduk disampingnya menatap wajahnya, tanganku bergerak terangkat dari bawah ke atas menyentuh pipinya dengan telunjukku. Pipinya lembut sekali membuatku jadi sedikit iri, padahal pipiku tak selembut punya dia. Pipinya selembut punya bayi, jangan-jangan orang ini adalah bayi yang tiba-tiba besar.
"Berhenti menyentuh pipiku seperti itu” Ucapnya masih dengan mata tertutup.
Tubuhku bergedik ngeri terkejut bukan main, langsung ku tarik telunjukku dari pipinya, rasanya baru saja bertemu dengan hantu. Dia membuka matanya langsung menatapa ke arahku yang berada disampingnya.
“Aku tahu apa yang kamu pikirkan, pipiku lembutkan? Kamu sama saja dengan yang lain” Dia melipat kedua tangan lantas mendongakkan kepalanya menatap langit-langit rumah.
“Geer banget sih,udah aku mau masak sarapan dulu” Aku langsung beranjak dari sofa tempatku duduk tadi, namun tanganku langsung ditahan oleh orang ini. Ada apa dengan dia?
“Lepas!”
“Kamu langsung mengganti topik. Bilang saja aku ini tampan jadi kamu Gemes menyentuh pipiku” Dia tersenyum smirk dan menaikkan kedua keningnya beberapa kali.
"Apa hubungannya bodoh!"
Ada apa dengan orang ini? Apa dia sudah gila? Ucapannya bikin jijik saja. Dasar orang gila! Aku membatin dalam hati
Genggamannya sangat kuat membuat aku tak bisa menarik tanganku, lalu tanganku yang lain terangkat keatas dan langsung memukul kepalanya. Dia langsung melepas tanganku dan memegang kepalanya meringis kesakitan.
"Aku mau masak, diamlah dan duduk manis disana” Ucapku dingin pada orang ini. Maaf, tapi ini salahmu sendiri menahanku.
"Dasar bodoh, aku menahanmu agar kamu tak masak karena aku sudah siapkan sarapan tadi”
Dia beranjak berdiri masih memengang kepalanya lalu mematikan TV pergi bersamaku menuju meja makan lantas duduk disalah satu kursi. Aku melongo manatap meja makan terdapat sepiring nasi telur gulung dengan atasan saus sambal seperti yang pernah kulihat disalah satu anime.
“Ini kamu yang masak? Kok, kayak yang di anime ya?”
“Ini makanan kesukaanku, pertama lihat juga disalah satu anime. Jadi, kamu suka?”
“Aku suka kok, jarang aku makan yang seperti ini, lebih tepatnya ini pertama kalinya” kataku.
Aku tak yakin dengan ini, tapi aku tak bisa membuat temanku merasa kecewa, lagi pula dia sudah bersedia memasakkan ini untukku. Aku mulai memotong telur lantas melahapnya. Ini enak. Aku melahapnya dengan cepat mengisi perut kosongku. Mungkin ini terasa sangat enak karena efek makan nasi goreng terus menerus.
"Bagaimana? Enak?” Tanyanya langsung dijawab anggukan olehku.
Tak lama kemudian aku meyelesaikan waktu makanku. Dia lalu mengantarku pergi dari meja makan ke sofa tempat kami duduk tadi lalu menyalakan TV, tapi aku menolak. Aku harus mencuci piring dan alat masak lainnya. Dia menolak juga, dia bilang dia yang akan mencuci piring dan alat masak, tentu saja aku tetap memaksa. Ini rumahku, mana mungkin aku membiarkan tamuku yang membereskan rumah.
Dia lantas memegang kedua bahuku erat, mengunci tatapan seolah-olah memerintahku untuk duduk diam disini. Dan ya, aku terdiam. Dia lalu pergi ke dapur mencuci piring. Ku ambil remote TV menganti siaran. Tak lama dia datang lagi dan duduk disebelahku dengan jarak sekitar 30 cm.
“Harusnya kamu membangunkanku tadi kalau kamu lapar” Ujarku ketus enggan menatap wajahnya bikin kesal.
“Apakah terlihat sopan kalau seorang laki-laki tak dikenal masuk ke kamar seorang gadis?”
Aku melirik kearahnya tak suka, setidaknya dia bisa mengetuk pintu dari luar. Entah kenapa tanganku geram sekali memukul wajah orang bodoh ini. Aku mengambil bantal sofa langsung memukulnya, dia terdiam beberapa detik lalu tersenyum licik.
"Apa yang kamu lakukan? Kalau kamu mau perang bantal setidaknya beri tahu musuhmu dulu” Dia mengambil bantal yang tadi kupukulkan padanya lantas dipakainya untuk memukul kepalaku, rambutku jadi berantakan dan tentu saja kepalaku sakit.
“Hey! Kenapa kamu memukulku! Ini sangat sakit” Aku maju dengan bantal sofa yang lain ingin memukulnya balik, namun dia menangkis dengan lengan kekarnya dan tangan yang satunya lagi dipakai untuk memukulku dengan bantal.
Ini sakit sekali. Bantal yang keras dipakai menghantam kepala orang tentu saja bisa membuat orang pusing. Siapa sangka dia akan memukul perempuan sampai segitunya.
“Siapa suruh tadi kamu memukulku duluan, sakit tahu” Dia mengejekku dengan membuat wajah konyol lalu tertawa.
Aku berdiri, tanpa aba-aba aku menendang tulang keringnya sekuat yang aku bisa. Dia meringis kesakitan memegang tulang keringnya yang terlihat sudah mulai memerah. Tapi apa peduliku, siapa suruh dia memukul gadis yang lemah ini dengan sangat keras. Aku memutuskan untuk keatas kamar meluapkan seluruh emosiku.
“Kamu punya es batu?” Tanya Lorraine Stern saat aku sedang menaiki anak tangga
“Untuk apa?” Aku bertanya balik
“Untuk minum es limun”
“Ambil saja di freezer” Ucapku lalu menaiki tangga lagi.
Sampai dikamar aku hanya melihat-lihat. Aku mengambil kemoceng untuk membersihkan debu yang bertebaran diatas meja riasku. Aku mengangkat semua barang-barnga yang ada diatas sana lalu ku letakkan dikasur. Saat ingin mengambil barang yang lain, tak sengaja aku menyenggol sudut meja rias.
TAK!
Jatuh bingkai kecil dari atas meja rias dalam keadaan terbalik, aku memungutnya lantas kubalik agar bisa melihat foto yang ada disana.
“Sekarang dia ada dimana? Sudah lama sekali aku tak berjumpa dengannya, sekitar 10 tahun yang lalu. Dia bilang akan menemuiku suatu hari nanti, tapi sampai kapan aku akan menunggu”
Tatapanku menyendu, melihat potret ku bersama teman masa kecilku saat aku berumur 6 tahun. Sudah sejak lama aku menunggunya sampai sekarang namun tak nampak sekalipun tanda-tanda dia akan datang. Aku hanya punya dia yang aku sukai.