“Jadi hari ini ke KUA, cek berkas nikah?” Ray bertanya dan Mamanya terlihat cukup senang mendengar anaknya seolah antusias dengan pernikahan itu.
“Iya, masa Nay pergi sendiri. Lebih baik langsung bersama, lalu kalian juga bisa jalan-jalan setelahnya. Lihat tempat dan juga bisa pilih menu.” Mama Ray terlihat sangat senang.
“Kalau begitu Mama ikut juga.” Nay terlihat meminta dengan perlahan. Tapi Mama Ray terlihat tersenyum dan menggeleng.
“Mama mau di rumah saja. Ada kerjaan, nanti sekalian beli roti di mall waktu itu ya Nay. Mama suka.” Nayshila tersenyum dan mengangguk.
“Ah... Jangan lupa juga beli perhiasan dan hantaran. Kalian juga harus beli barang yang senada, supaya ketika keluar bisa couplean.” Ray melihat ke arah Nay sebentar, perempuan itu terlihat tersenyum dan memang sedikit tersipu. Tapi dia benar-benar pintar menutupi.
“Tidak perlu Ma, jangan terlalu banyak menghabiskan uang.” Nayshila membuat tawa Mama Ray berhenti dalam sekejap.
“Um... Nanti Ray belikan kok Ma. Tenang saja, kalau dia gak mau Ray paksa.” Ray tahu pasti bagaimana menyenangkan Ibunya. Dan seketika Mama Ray kembali tersenyum.
“Nay, kamu kan akan jadi istrinya Ray. Mama bukan bersikap mewah, tapi Nay pantas diberikan semuanya itu. Ray akan menjaga Nay seumur hidup.” Sebuah kalimat yang membuat Nay menunduk, rasanya dia tidak pernah mendengar jika seseorang akan menjaganya. Selama ini dia akan menjaga orang-orang yang dia sayangi, tapi tidak ada yang benar-benar menjaga Nay. Jika dia sakit dia hanya tertidur untuk meredakan sakit yang dirasakan. Jika sampai frustasi maka dia akan menelan penghilang rasa sakit atau obat tidur yang beredar bebas.
Nay melipat mulutnya dan menunduk setelahnya dia kemudian berdiri dan bangkit dari meja makan tempat mereka bertiga duduk dan bicara.
“Um... Nay ke kamar kecil dulu.” Perempuan itu sudah berjalan cepat dan masuk ke kamar mandi. Mama Ray meminta anak laki-lakinya itu untuk menyusul calon istrinya tentu saja. Meski sebenarnya Ray juga sudah hendak menyusul Nay.
Ray berjalan pelan dan berhenti di depan kamar mandi, dia tidak mengetuk dan masih belum bicara. Laki-laki itu berfikir keras tentang apa yang seharusnya dia katakan.
“Um... Aku akan bersiap untuk pergi. Sebaiknya kita segera berangkat, karena banyak yang akan kita lakukan.” Ray bicara perlahan di depan pintu kamar mandi. Dia tidak melihat apa yang terjadi di dalam sana.
“Oke, aku juga setuju.” Suara Nay terdengar pelan dan juga sedikit bergetar. Ray menduga jika perempuan itu mungkin menangis. Tapi, apa yang menganggu dan menyebabkannya Ray tidak tahu.
Nayshila sudah keluar dari kamar mandi dan berada di ruang tengah ketika Ray keluar dari kamarnya. Sebuah kaos dengan kerah berwarna putih dan juga celana jeans biru membuat Ray terlihat sangat mencolok. Sangat tampan dengan postur tubuh yang sangat bagus. Nay sendiri juga hanya menggenakan kaos putih dan kerusung berwana biru hampir senada dengan apa yang dikenakan Ray.