“Kamu dipecat!”
Pekikan suara keras itu kini menguap, menghilang, mengikuti bayangan seseorang dengan parfum mewah dari salah satu ruangan perusahaan terbesar di bidang fashion wanita. PT Glowing Now Department Store Tbk di ibu kota.
Seorang lelaki paruh baya sibuk membersihkan kepingan pecahan gelas yang belum lama, sengaja dibenturkan keras ke dinding. Ia mengusap mukanya dengan handuk, lalu membawa semua kepingan yang tadinya berserak di lantai ke luar ruangan.
Sikap wanita yang melempar gelas itu dingin, lebih ke angkuh dan dengan tatapan tajam ia berkata, “Bersihkan lantai itu!” Dia sudah pergi, tetapi perintah terakhirnya masih dilaksanakan dengan patuh.
Dia adalah Dee, atasan yang paling dibenci oleh kebanyakan karyawan di perusahaan. Statusnya masih gadis, padahal umurnya sudah kepala tiga. Sikapnya egois, tidak punya perasaan, perfectionis, tidak pernah bersahabat dan masih banyak lagi, tetapi prestasinya segudang sehingga membuat perusahaan menjadi maju dan mampu mempertahankan angka yang memuaskan untuk nominal gaji mereka, para karyawan. Oleh karena itu, dia termaafkan.
“Pak Surya, Bapak tidak apa-apa?” Tiara menyambut lelaki itu di luar ruangan. Kedua matanya menatap iba lelaki di depannya. Dalam hati Tiara mengutuk sikap Dee. Harusnya wajah bosnya saja yang jadi berkeping-keping seperti pecahan kaca di tangan Surya.
“Tidak apa-apa, Non.” Tangan Surya masih bergetar, tetapi tetap tersenyum Berusaha tenang.
“Bapak dipecat, ya, Pak?” tanya Tiara mengikuti langkah Surya. Tidak mendapat jawaban, langkah Tiara terhenti. Hatinya masih tidak terima dengan sikap bosnya. Yang mulia Ibu Dee.
“Bapak yang salah,” jawab Surya menunduk. Suaranya terdengar samar karena sudah berada beberapa langkah di depan Tiara.
‘Dasar Bos terkutuk! Menyebalkan! Sok sempurna!’ Tiara benci sekali dengan Dee. Kesimpulan di kamusnya masih sama dari dulu hingga saat ini. Bosnya baru akan berubah jika menikah dengan Pak Ustadz yang ahli meruqyah. Dee itu fix kesetanan, darurat akhlak.
“Sabar, ya, Pak,” kata Tiara menenangkan. Hanya ucapan itu yang bisa disumbangkan oleh Tiara atas apa yang dialami oleh Surya hari ini. ‘Kasihan sekali,’ pikir Tiara murung.
“Ibu Dee itu sudah kelewatan.” Tiara menarik napasnya, terasa sesak di dalam dada. Sudah sejak lama Ia membatin kesal untuk banyak hal tentang Bosnya.
“Sudahlah, kembali bekerja. Nanti, malah kamu yang kena sembur,” usul Romi saat melintas membawa secangkir kopi.
“Minggu ini, sudah tiga karyawan yang dipecat secara sepihak.” Tiara berjalan cepat untuk mendekat dan merebut kopi yang dipegang Romi, kemudian kembali duduk di depan meja kerjanya.
“ Dan tiga karyawan itu masih bekerja di sini setelah menghadap, memohon ampun kepada Ibu Dee. Lihat saja, Pak Surya juga pasti masih mengantarkan kopi ke ruangan itu, paling lama lusa. Dengarkan aku, apapun pembelaanmu, Itu tidak ada artinya sama sekali. Ibu Dee itu Presiden Komisaris Independen di perusahaan raksasa ini. Pasal utama yang harus dihapal di sini adalah Ibu Dee tidak pernah salah,” jelas Romi merebut kembali kopi yang sudah diseruput Tiara.
“Galak begitu, pantas belum menikah. Siapa yang mau, coba?” ketus Tiara dengan suara pelan. Pelan sekali. Kariernya akan berakhir jika ucapannya barusan sampai ke telinga Dee.
“Saya yang mau!” Han meletakkan kopi hangat di atas meja Tiara. Ternyata ucapannya terdengar juga, tetapi tidak mengapa karena pria yang mendengarkan itu adalah Han. Satu-satunya bintang yang bercahaya di hati Tiara.
“Mas Han!” Raut wajah Tiara berubah sumringah. Ia tersenyum senang. Belakangan langitnya menjadi kelabu didera rindu. Sudahlah pekerjaannya menumpuk, bosnya mengamuk ditambah lagi suplemen hatinya pergi ke Negeri datuk.
“Kapan Mas Han kembali dari Malaysia?” Tiara tersenyum, dan semua gigi-giginya pasti akan berkata hadir, jika diabsen satu per satu.
“Kemarin,” jawab Han santai. Perasaannya hangat memandang wajah Tiara.
“Loh, kok tidak memberi kabar?” Pertanyaan itu mengandung protes. Ia merasa tidak terima jika penantiannya selama dua minggu berakhir seperti ini. Seharusnya ia menyambut kedatangan Han dengan debaran rindu yang romantis, lalu saat akhirnya Han tiba, ia diberikan pelukan hangat, lalu….
Alis Han terangkat. “Memangnya kamu ini istriku? harus memberi kabar segala!”
Layaknya gadis kecil yang sedang berpura-pura cemberut. Tiara kadung menyukai segala bentuk penolakan dari Han. “Lah, kan, Tiara memang calon istri Mas Han. Istri sholehah yang akan mendampingi, menjaga, dan menyayangi Mas Han hingga kita tua dan menutup mata.” Suaranya disetel manja. Bulu kuduk Romi berdiri jika Tiara sudah berubah menjadi mimi peri. Terlalu menggelikan, ingin menghilang saja.
“Ssst…,” protes salah satu karyawan.
Siapa yang tidak risih jika dipaksa menonton adegan drama Korea kw 17 di zona kerja. Romi bahkan berdeham kencang agar drama ini segera dibuat tamat tanpa penambahan season 2, apalagi penambahan cuplikan uncut.