Di ruangan kerja, Han sibuk menyiapkan tugasnya. Matanya merah, bajunya kusut dan rambutnya acak-acakan. Semua juga tahu jika pagi ini Han tidak mandi. Kemeja yang ia kenakan masih kemeja biru yang kemarin, terlihat mengenaskan.
“Sudah beres semua, ‘kan, Han?”
“Sudah, Pak. Ini tinggal diprint,” jawab Han dengan menatap penuh wujud mesin printer.
“Itu namanya belum selesai! Lima belas menit lagi semua file yang saya minta harus masuk ke dalam ruangan saya dalam bentuk hard copy dan soft copy!”
“Siap, Pak!”
Han terus saja bekerja mengklik dan mengetikkan sesuatu, lalu beranjak merapikan kertas di mesin print, tidak memperhatikan wajah kesal atasan yang kini sedang melotot mengawasi cara kerjanya.
“Ada lagi, Pak?” tanya Han menatapnya sekilas.
“Kamu ini!” Bapak berjas hitam itupun pergi dengan sebelumnya memukul meja kerja Han. Han tidak peduli.
Tidak berselang lama, Romi datang menghampiri sahabat yang ia yakini sedang kacau setelah kedatangan atasannya barusan. “Are you oke?” Dia menangkap tatapan Han kepadanya. Seperti memberi isyarat minta tolong.
“Kamu tahu di mana toko baju anak terdekat?” Dengan muka serius, Han menyambut kedatangan Romi dengan pertanyaan aneh dan muka serius.
Romi tidak langsung menjawab, Ia sibuk menyeduh teh.“Kamu sehat, ‘kan, Han?” Romi meletakkan secangkir teh hangat tersebut di atas meja Han.
“Aku tidak sedang bercanda,” tegas Han. “Di mana?” tanya Han lagi, tidak sabar melihat tatapan kosong Romi.
“Di simpang empat depan, ada di sebelah kiri urutan toko ke dua.”
Han mengangguk. “Sip, selanjutnya, aku ingin kamu membantuku, Rom. Aku sedang dalam masalah besar. Semua file yang diperlukan sudah aku simpan di CD ini. Hard Copy sedang diprint. Kamu bisa melanjutkan apa yang harus diselesaikan setelah ini. Materinya sama persis dengan apa yang sudah kita diskusikan sebelumnya. Pikiranku sudah mau gila, Rom. Aku butuh waktu beberapa hari untuk menyelesaikan masalahku. Aku ambil cuti!” Han menggenggam tangan Romi dengan erat.
Romi ikut mengangguk seperti yang dilakukan Han sebelumnya. Kali ini ia benar-benar menghawatirkan kondisi sahabatnya. Ia tidak tahu persis apa yang terjadi pada Han. Namun, ia tahu pasti, jika apa yang dikatakan Han tentang “Mau GILA” itu bukanlah sekedar basa-basi.
“Terima kasih, Kawan.” Han kemudian memasukkan barang-barang yang ia anggap penting ke dalam tas ranselnya, lalu berjalan dengan langkah lebar, tergesa-gesa keluar dari ruangan.
**