My Little Boss Lady

Ira Madan
Chapter #9

SEBUAH KOIN DAN DUA LEMBAR UANG KERTAS

 Uang adalah salah satu sumber kebahagiaan meski sekuat apapun orang mengatakan bahwa itu tidak.

 Tujuh tahun itu bisa melesat dengan cepat, dan berikut adalah kejadian penting tujuh tahun terakhir di hidup Tiara; Tiara menjadi siswa magang di kantor Dee dengan Han sebagai penanggung jawab. Disanalah, hati Tiara tertaut kepada sosok Han yang baginya sangat baik dan tampan. Tiara lulus SMK Akuntansi dengan nilai terbaik, tetapi ia tidak mendapatkan ucapan selamat dari Han. Han bahkan tidak hadir di acara kelulusan meski sebelumnya berkali-kali ia undang. Tiara masuk ke Universitas Negeri terbaik di Indonesia untuk jurusan Ekonomi Akuntansi, semua itu juga terinspirasi dari Han.

Selama duduk di bangku kuliah, ada saja alasan Tiara datang ke kantor Han untuk berkonsultasi tentang materi pelajaran Ekonomi ataupun Akuntasi. Han masih saja menganggap Tiara sebagai sosok anak kecil yang sedang menuntut ilmu pendidikan. Tidak lebih, hingga akhirnya Tiara lulus untuk gelar strata satu. Han juga tidak dapat hadir di acara wisuda Tiara. Padahal, sebelumnya ia sudah berjanji akan mengupayakan kehadirannya.

“Ibu Dee minta diantar ke dokter kecantikan hari ini,” ujar Han saat itu, memberi alasan.

‘Dee lagi. Dee lagi.’ Tiara membatin.

Sudah lama ia mengenal nama itu dari Han, bahkan ia sudah kesal padanya saat ia belum melihat wajahnya.

Tiara ingat sekali hari itu. Ia sedang berjalan pulang dengan menyandang sebuah tas biru tak terkancing karena ada buku diktat yang ukurannya melebihi kapasitas tas tersebut. Matanya merah menahan amarah. Hatinya  sedang sakit karena diejek teman. Saat sampai di halte bus, ia terduduk menangis, tidak perduli banyak yang memperhatikan. Dua puluh menit terduduk dengan perasaan sedih yang tak terkira hingga sudah dua bus yang ia lewati. Ia kemudian mengambil ponsel miliknya, tetapi pulsanya sudah habis. Perutnya berulah. Sudahlah sedih, lapar pula.

“Sepuluh ribu? Ini hanya cukup untuk ongkos. Mana cukup untuk beli cemilan,” desis tiara saat sadar bahwa isi dompetnya kala itu hanya dua lembar uang kertas lima ribuan. Bagaimana caranya ia bisa membeli makanan sekaligus ongkos bus untuk pulang? Hingga akhirnya, layaknya dongeng princess, saat seorang putri tersudut kecewa, menangis, maka pangerannya akan datang memberi pertolongan.

“Ini!”

Tiara mendongakkan kepalanya ke atas menatap wajah seorang pria berpayung. Ia menyodorkan satu buah koin emas.

“Apakah ini cukup?” tanyanya. Tiara mengangguk tersenyum,“Kalau kamu suka. Ambillah!” Tiara lantas meraih koin emas tersebut, lalu memasukkan dua lembar uang kertasnya ke dalam dompet. Saat itu keuangannya masih buruk. Maklum, masih mahasiswa.

Pria itu lantas ikut duduk di samping Tiara sambil mengambil koin lain dari saku kemejanya. “Ini bisa jadi cemilan,” lanjutnya dengan menjulingkan mata.

Tiara tertawa. “Bisa saja, Pak!” Dia semakin terbahak-bahak saat tahu jika koin itu ternyata adalah koin cokelat. Waktu itu hujan dan mereka berdua tertawa bersama. Lelaki itu adalah Han.

**

 Di dalam apartemen saat ini, sedari tadi, sudah lama Tiara menghabiskan waktunya untuk mencoba beberapa gaun, beberapa kemeja, beberapa rok dan sebagainya lalu mematut-matut dan berputar-putar di depan kaca besar.

Setelah akhirnya merasa percaya diri dengan pakaian yang ia kenakan, ia lantas membungkus rapi kue coklat di kulkas ke sebuah kotak cantik dan memasukkannya ke sebuah tas kertas yang cantik pula. Ia berdiri sekali lagi di depan kaca, berlatih tersenyum.

Tiiiiiiit..... Tiiiiiit...

Tiara menekan tombol bel di depan pintu apartemen milik tetangganya. Wajahnya sangat berseri-seri.

Tiiiiiit.... Tiiiiiit....

Ia kembali menekan tombolnya, lalu setelah lima menit kembali menekan tombolnya lagi dan semakin sering setelah berulang-ulang. Tidak ada tanda-tanda akan dibuka.

‘Apakah ia tahu bahwa itu aku?’ Tiara berbicara sendiri.

Dua puluh lima menit berlalu, Tiara masih berdiri di depan itu dengan rasa hati yang kesal. Akhirnya Tiara bertekad untuk tidak beranjak sedikiktpun dari depan pintu itu meski malam nanti datang menjemput. Satu jam berlalu, Tiara sudah tidak lagi berdiri. Ia duduk di lantai, tidak perduli jika ada yang melihatnya dengan aneh. Dua jam berlalu, dan benar saja, Tiara belum berniat menyerah. Matanya mulai mengantuk.

Kreeeeeek.....

Pintu itu tiba-tiba terbuka perlahan, melihat itu, Tiara segera bangkit dan menegakkan tubuhnya menyambut sosok yang akan hadir dibalik pintu. “Kena kamu kali ini, Mas” Batin Tiara menggebu.

“Iya, tante! cari siapa?”

Sontak, darah Tiara membeku, kakinya kaku dan matanya masih terbelalak kaget mendapati sosok gadis kecil yang membukakan pintu tersebut. Ia menarik napas dalam, tidak tahu harus menjawab apa. Semua latihan dialog yang ia peragakan di depan kaca, gagal total. Kemungkinan-kemungkinan indah yang ia prediksi sebelumnya pun kini berantakan berkeping-keping. Bisa-bisanya ia berpikir bahwa Han sengaja menyewa apartemen tepat di samping apartementnya hanya untuk mencari cara agar bisa dekat dengannya.

Lihat selengkapnya