Vio
Begitu memasuki halaman, kulihat Pak Freddy sudah stand-by di teras, tengah bercengkrama dengan seseorang melalui hpnya. Kuparkir motor di tempat yang ditunjukkan oleh Asman, satpam di sana.
Kuhampiri sang empunya rumah, dia sudah selesai menelpon.
"Pagi, Pak!" sapaku,
"Pagi, Letnan!" balasnya yang langsung kupotong,
"Vio, panggil saja Vio, Pak!"
Pria 43 tahun di depanku ini menatapku dengan tatapan aneh, karena aku tak bisa membaca apa yang tersirat di dalam matanya. Dia memang tampan, dan menawan. Rumor yang kudengar, simpanannya segudang. Heuh... amit-amit!
"Ok, Vio!" katanya, "Ini hari pertamamu, jangan membuatku kecewa!"
Kusahuti hanya dengan senyum kecil, ia menyodorkan sebuah kunci mobil lalu melirik Pajero sport di sisi kanan kami. Kuambil kunci itu dari tangannya. Ia berbalik, mulai melangkah.
"Masuklah, kau harus mengenal rumah ini!" katanya berjalan masuk, aku pun mengekor.
Rumah itu cukup megah, gaya klasik yang menawan, seperti pemiliknya. Semua furniturnya... pasti sudah tahu kan! Tak ada yang ecek-ecek. Sebenarnya bukan itu semua yang menggelitik otakku sejak semalam. Setelah bertemu langsung dengan Freddy Geranno Mahardika, aku justru sangat penasaran dengan putra semata wayangnya yang akan kujagai. Seperti apa tampangnya?
Saat mendekati tangga, terdengar suara langkah berderap. Terlihat sepasang kaki yang perlahan menampakkan pemiliknya. Pemuda itu menghentikan langkah di dua anak tangga terakhir, menatap papanya dan diriku bergantian.
Mata kami bertemu, dia memiliki hazel eyes yang indah, hidung sempurna, bibir penuh, tulang pipi yang kokoh, juga tubuh atletis. Kurasa dia bukan manusia!
Senyum kecut muncul di ujung bibirnya, "Wow, siapa Pa? Pacar baru Papa?" tanyanya disertai tawa ringan, dia juga menggerakkan tangannya yang ditujukan ke arahku, "Tumben, selera Papa yang beginian! Udah kehabisan stok, Pa?"
"Dia bodyguard barumu!" sahut Pak Freddy,
"What!"
Suaranya lantang sekali, tapi nadanya itu yang membuatku tersinggung. Apalagi tatapannya saat memerhatikan diriku.
"Papa jangan becanda, masa' bodyguard Ryu kaya' begini, Pa!" protesnya melangkah ke arah kami,
"Papa masih banyak pekerjaan, biasakan dirimu!" kata Pak Freddy menepuk lengan putranya lalu berjalan ke sebuah ruangan. Sepertinya ruang kerja.
Kini hanya aku dan pemuda ini, saling pandang. Kilat di matanya sungguh membuatku geli, dengan jelas tersirat di sana dia akan membuatku kabur dari pekerjaan ini! Fiuh, tapi lihat saja!
"Gue nggak suka sama lo," katanya lalu berjalan, kuikuti. Dia duduk di meja makan. Memungut segelas susu segar, menelan beberapa teguk lalu menaruh kembali di atas meja. Sekarang ia mengambil roti yang telah disediakan untuknya. Mulai menggigit dan mengunyah. Sesekali melirik ke arahku.
Karena dia tak menyukaiku, maka sengaja kubuat makin kesal. Ku pungut selembar roti, kutumpuki dengan telur mata sapi, menuang saus cabe lalu menggulungnya dan segera menggigit roti itu. Dia hanya melihat saja dengan ekspresi kesal. Kukunyah dengan santai di depannya.