My Little Lisa

Chris Aridita
Chapter #2

Part 1 : Gadis itu Bernama Lisa

Keramaian terminal domestik kedatangan Jakarta - Denpasar di bandara Ngurah Rai memang sering terjadi, terlebih saat musim liburan tengah tahun. Sepanjang bulan itu wisatawan terus datang tak henti-hentinya untuk menikmati keindahan pulau seribu Pura yang sudah terkenal di Dunia. Beberapa wisatawan asing pun terlihat sibuk berlalu-lalang di koridor bandara.

Di tengah keadaan bandara yang sedang sibuk siang itu. Gending seruling Bali terdengar nyaring dari speaker, menambah suasana 'Bali' yang begitu kental. Seorang gadis, bertopi kupluk merah, dengan jaket jeans lusuh berwarna biru yang sudah pudar sedang mengamati smartphone. Tas ransel besar coklat menggantung di punggung, tangan kirinya menenteng kardus berisikan oleh-oleh. Langkahnya tertatih menyeruak diantara kerumunan orang yang sedang sibuk mengamati mesin pengantar kopor yang berjalan. Gadis itu pun melihat ke arah dimana kopornya datang dari mesin X-Ray. Sampai akhirnya kopor merah yang besar dan berat akhirnya muncul lalu menghampirinya.

Diraihnya kopor merah yang luar biasa beratnya. Seluruh daya dikerahkan untuk mengangkat benda besar yang berisikan barang-barang pribadinya. Tenaga lebih dikeluarkan dari tubuh kurus gadis itu melebihi asupan kalorinya. Nafasnya sedikit tersengal-sengal saat meletakkan kopor yang berhasil berdiri di lantai. Tuas hitam ditarik, bergegas ia berjalan meninggalkan kerumunan orang yang masih menunggu barang mereka.

"Dik, dik..." terdengar teriakan sayup yang akrab akan dirinya "Lisa! Lisa..." teriakan itu mengeras dan memperjelas maksudnya. Suara yang sangat diingat, teduh dan sangat menenangkan.

Serentak Lisa kaget saat suara itu sampai ke telinganya yang mungil. Lisa menoleh ke kiri dan kekanan, ia melihat sosok ibu itu melambai. Pandangannya langsung tertuju pada tangan Ibu yang baru saja memanggil namanya. Seragam batik khas Bali berwarna coklat, rambut pendek lurus dan kulit putih dengan tubuh yang agak berisi. Nametag bros kecil yang bertuliskan 'Dina Rianti B.' masih tersemat di dadanya.

"Mama..." Kata Lisa lirih, ia melambai dengan dengan tangan yang masih menggenggam smartphone. Terdiam sejenak, seolah tak percaya, rasa rindu yang ingin menyeruak dari dalam dadanya meledak. Lisa mempercepat langkahnya menuju sosok wanita yang sangat ia rindukan. Kurang lebih, tiga tahun waktu yang memisahkan mereka. Jeda waktu yang cukup lama untuk menumpuk rindu akan kasih sayang dan perasaan batin antara ibu dan anak.

Kopor itu dilepas. Kardus diletakkan begitu saja di lantai. Di depan ibunya Lisa menatap dalam mata lesu pada wajah paruh baya yang kini terlihat semakin cantik dengan polesan make-up tipis. Mengingat dulu Ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa yang jarang berdandan.

Mata Dina memerah sembab diantara eyeliner ungu. Dielusnya kepala Lisa, digenggamnya topi kupluk merah pelindung rambutnya yang lurus panjang melewati bahu. "Anakku sudah Gadis sekarang ... " katanya kagum seolah tak percaya "Kamu cantik sekali nak." ucapan lirih itu tulus keluar dari bibir Dina.

Mereka langsung berpelukan dalam keramaian, "Lisa kangen ma... kangen sekali..." kata Lisa lirih. Wajah Lisa terbenam dipundak Dina. Mereka mengeratkan pelukan itu. Kehangatan yang dalam ia rasakan kembali. Kehangatan seorang ibu yang selalu menemani hari-harinya dulu. Kehangatan yang luntur dan pudar terpisah oleh keadaan keluarga dimana kasih sayang hanya tinggal ungkapan.

"Mama juga kangen kamu nak ... aduh ... Lis ... lama sekali nak ..." Suara haru itu tidak bisa ditahan oleh Dina. Dadanya mulai sesak dan sesegukan kecil keluar dari tenggorokannya. Mereka bertemu kembali dalam sebuah perjumpaan yang baik di tengah keramaian bandara Ngurah Rai.

Lisa adalah seorang gadis periang. Namun dibalik semua sifatnya itu ia hanya menyimpan perasaan sakit hati dan kehilangan yang amat dalam. Usianya baru 14 tahun, hingga 24 Agustus nanti akan genap bertambah satu tahun. Ibu dan ayah Lisa berpisah tiga tahun yang lalu, karena ayah mendadak sukses mendapat proyek besar dan lupa daratan. Pergi dan berfoya-foya, selingkuh dengan wanita lain dan melupakan keluarganya, berfikir jika uang bisa membereskan semuanya.

Lisa ingat betul pertengkaran itu. Dina adalah seseorang wanita Sunda yang bersahaja. Ia hanya ibu rumah tangga yang peduli pada anak-anaknya. Namun ia tak tahan dengan perlakuan Bram, yang pulang mabuk, atau pun lebih sering marah-marah tanpa alasan.

Dekapan hangat Dina tak bisa Lisa lupakan, saat dikamar, sambil menangis karena tak tahan akan keadaan ini. Tidak ada yang bisa dilakukan gadis polos itu, pandangannya kosong menatap langit-langit rumah sambil menggenggam boneka cookie monster biru di tangan kanannya. Saat itu UAN tingkat sekolah dasar semakin dekat. Lisa hanya hanya ingat luka lebam di pipi kiri Dina dan sosok yang ia cintai itu akan meninggalkannya.

Saat pimpinan perusahaan tempat ayah Lisa bekerja terkena kasus oleh KPK. Ayah Lisa dan beberapa pegawai lainnya terkena PHK. Keadaan bukannya membaik, malah sebaliknya. Ayah berubah menjadi pribadi yang sangat keras. Dina sudah meninggalkannya dan Kevin anak laki-lakinya yang paling besar terjerat kasus narkoba, putus sekolah dan menjalani hidup sebagai sampah masyarakat.

Dalam keadaan kelam Lisa masih bertahan di rumah putih yang besar. Rumah yang menjadi sangat tenang saat Ayahnya tak ada. Meringkuk Lisa di kamarnya sendiri. Mendengarkan radio, sambil mengerjakan PR, membaca buku pelajaran, ataupun hanya bengong menatap dinding yang sudah kusam. Ketenangan itu berubah, saat mendengar suara mobil ayahnya yang memasuki halaman rumahnya. Perasaan takut menyelimuti diri gadis kecil itu, karena tidak jarang ia sering dimarahi tanpa alasan.

Di sekolah Lisa menjadi anak yang sangat minder. Dengan smartphone Sony second kesayangan yang diwariskan oleh Kevin. Lisa mencoba memfoto bunga-bunga dimanapun ia temui. Ia tak tahu untuk apa foto-foto itu kelak, hidupnya sudah cukup pahit untuk dijalani. Sudah ratusan foto ia koleksi, dari bunga-bunga indah yang berjejer di toko bunga, sampai bunga liar di tepi jalan. Secara autodidak ia tau bagaimana memposisikan objek di tengah, di pinggir, serta pengaturan latar.

***

Lihat selengkapnya