My Little Lisa

Chris Aridita
Chapter #5

Part 4 : Sahabat-sahabat tak terduga

Kota Denpasar, perpaduan kehidupan urban dan seni tradisional Bali yang masih kental mewarnai kota. Pagi itu, dimana jalanan masih terbebas dari macet dan bisingnya kendaraan. Scoopy matic pink, berjalan pelan mengarungi jalan satu arus yang masih agak lengang. Dengan santainya Lisa mengendarai motor barunya yang dibelikan Dina. Meskipun motor second, tetapi mesin masih tetap bandel dan gesit, sekaligus cepat beradaptasi dengan skill berkendara Lisa yang baru saja bisa naik motor. Kira-kira 15 menit lamanya perjalanan yang ditempuh dari rumah menuju sekolah saat kendaraan belum memadati jalan Sesetan. 

Resolusi tengah tahun terlintas di pikiran Lisa, ide yang datang dari cerahnya matahari pagi yang disaring oleh ranting-ranting pohon besar, serta bangunan Bali yang sarat akan ukiran. Resolusi itu mudah, Lisa harus terlihat bahagia pada semua hal. Terlebih kehidupan baru yang ia jalani, masa lalu cukup menyiksanya. Lisa berkomitmen dengan kehidupan sekolah barunya ini ia harus menjadi pribadi yang yang periang dan mempunyai banyak teman. Ia tak mau terlihat mempunyai masalah, apapun keadaannya saat ini ia hanya ingin melewati hidupnya sebaik mungkin. Menerima semua masa lalu dengan lapang dada dan hati yang terbuka. Di sisa liburannya ia cukup senang dapat jalan-jalan dengan Ibunya di seputaran Denpasar. Membeli perlengkapan sekolah, tas baru, dan buku tulis.

Hari di awal dari masa orientasi siswa, para murid sudah berkumpul di lapangan. Semua anak sudah berbaris rapi dan teratur. Termasuk Lisa, ia berada di urutan kedua dari depan, dan merasa bersyukur karena ada yang lebih pendek dari dirinya. Saat itu upacara pertama dilangsungkan di lapangan basket yang cukup terik.

"Saudara-saudara sekalian, terima kasih sudah berkumpul dengan tertib untuk mengikuti rangkaian acara Masa Orientasi Siswa. Dengan ini saya Drs.Sunarya..." Kepala sekolah melanjutkan pidatonya, terlihat beberapa anak mulai menguap. Namun ada satu hal yang aneh, semua murid senior kelas XI dan XII ada di depan beranda kelas mereka, padahal jam pelajaran sebentar lagi akan dimulai. Sekolah sudah terlihat sangat ramai dan penuh.

"Dengan dilaksanakannya Masa Orientasi Siswa ini, Kami segenap pihak sekolah, Siswa senior dan para guru. Menyatakan!" terdapat jeda sedikit dalam pidato kepala sekolah. "Bahwa tidak ada aksi penggojlokan, atau yang disebut juga perploncoan atau yang dalam istilah yang sudah umum di sebut juga pembulian, atau Bulliying."

Tepuk tangan riuh dari semua siswa yang menyaksikan pidato itu, Anak kelas X bingung dan hanya melihat ke arah para siswa senior bertepuk tangan. Beberapa dari mereka hanya saling lihat dan beberapa lagi berbisik. Dimana ajang MOS biasanya menjadi ajang balas dendam senior, kini menjadi sebuah acara perkenalan yang biasa.

"Serius kita ga di kerjain nih?" kata seorang gadis dari belakang Lisa.

"Iyah, itu lho, denger-denger kasus tahun lalu" sahut seorang lagi dari belakang. Lisa melihat berkeliling dan ternyata semuanya banyak yang saling berbisik. Setelah teriakan riuh redam itu reda, Kepala sekolah melanjutkan pidatonya.

***

Pekan MOS berlangsung sangat menarik, kakak kelas hanya bertugas membimbing juniornya. Tidak ada aksi bentak-bentakan, tidak ada aksi memaki. Meskipun ada hukuman, namun itu semata hanya sebuah games yang dimainkan bersama untuk membentuk teamwork.

Lisa sangat senang, dengan awal yang sangat baik itu. Hampir seluruh kelas ia kenal, Lisa tidak peduli akan sikapnya ia berbincang pada siapa saja yang ditemui. Ia menjadi daya tarik bagi seluruh kelas terlebih Pria, kecantikannya yang di atas rata-rata serta sikapnya yang 'agak' tengil membuat suasana positif bagi semua orang. Dari jauh saja tampilannya sudah mencolok, jika dijalan, scoopy pink dan helm spongebob kuning, jika di sekolah, topi kupluk warna merah yang ia hanya lepas saat jam pelajaran dimulai.

Hari pertama pelajaran sekolah, Kelas X-4 IPS sudah dipenuhi oleh para siswa berjumlah 32 orang. Pagi itu Lisa datang ke kelas tersebut begitu ia membuka pintu, ia hampir menabrak Made dan Edo yang bermain dengan sapu.

"Sori, sori Lis," dengan cepat Edo menghindar.

"beh!, Nyari kesempatan ..." kata Made masih memegang sapu.

"Kle (Bahasa bali Setara dengan 'anjrit') Sapa tau dapet, qe tuh!" Edo hanya tertawa kecil.

Lihat selengkapnya