Pertandingan basket yang berlangsung menjadi buah bibir hampir 1 bulan penuh. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Lisa benar-benar merasakan indahnya masa-masa di Bali. Siang itu, Denpasar sedang panas, Lisa yang baru saja pulang sekolah merasa haus. Kamar kos kosong seperti biasa dimana Dina sedang bekerja. Rasa dahaga menguasai Lisa, membuat dirinya secara otomatis mengambil air dingin dari botol plastic tupreware dan langsung meneguknya.
Untuk mengusir sepi The best of Phil Collins ia stel pada CD player Philips yang usianya hampir 10 tahun. Phil Collins adalah penyanyi faforit Dina. Drum berdetak, gitar berbunyi, melodi mengalun, seketika rasa sepi di kamar itu menjadi terusik oleh melodi indah.
Now we're here, there's no turning back, We have each other, We have one Voice...
Dengan fasih lisa menyanyikan lagu itu sambil berjoget ala kadarnya karena lagunya cukup nge-beat. Sejenak pandangan Lisa teralih keluar jendela, dilihatnya layang-layang yang memenuhi lagit Dewata yang biru tanpa awan. Layang - layang Bali yang mempunyai bentuk menyerupai ikan pari berwarna hitam, kuning, dan merah, dan kira-kira ada ratusan menghiasi langit.
Masih mengenakan baju sekolah terbersit dalam pikiran Lisa, untuk mengambil gambar dari pemandangan itu. Diraihnya kamera yang selalu ada di meja belajarnya, kemudian kamera itu dihidupkan, sampai terlihat indikasi batterai yang masih penuh. Lisa keluar dan berdiri di depan balkon kecil kosnya, menyeting kamera lalu memandang langit.
Jam 1 siang merupakan jam yang sangat buruk untuk mengambil gambar. Namun dengan trik yang Lisa pelajari di kelas fotografi dulu, halangan itu bisa sangat diminimalisir. Dibidiknya layang-layang warna-warni yang ramai menghiasi langit. Lisa tersenyum saat mendapatkan moment yang cukup unik. Sejak di Bali ia jarang sekali memotret sesuatu. Waktunya lebih banyak ia habiskan untuk ngobrol dengan Dina.
Delapan jepretan dari beberapa angle yang berbeda berhasil Lisa dapatkan. Setelah itu ia mengganti bajunya lalu mengisi perutnya dengan ayam goreng, serta sambal tomat yang terenak buatan Dina, dilengkapi dengan lalapan kubis, kemangi dan kacang panjang. Setelah ia makan dan mencuci piring, Lisa duduk santai di kamarnya meraih kameranya dan mengamati hasil jepretannya tadi.
Sontak Lisa agak kaget saat terdengar sayup riuh dari kejauhan, suara gamelan yang begitu ramai terdengar gaduh namun teratur. Bergegas Lisa mengenakan celana Jeans, sepatu sneakers hitam. Kemeja kotak-kotak merah maroon dikenakan begitu saja tanpa di kancing hanya untuk melindungi baju kaos putihnya. Topi kupluk merah yang ada bordiran K & L sudah menutupi kepalanya, dan yang terakhir Fujifilm sebagai senjata utamanya.
Lisa berlari keluar gang rumahnya, ia sangat takjub akan apa yang dilihatnya, Upacara ngaben yang menjadi ikon khas Bali sedang dilaksanakan. Para pria mengiringi Bade (tugu tinggi yang berwarna kuning) sedang berjalan ditengah teriknya matahari. Tanpa ragu lagi, meskipun keringat sudah membasahi keningnya Lisa memotret momen itu.
Cara Lisa mengambil gambar pun sudah seperti seorang yang professional. Setiap angle dibidiknya tanpa ragu, Flash on/off di settingnya dengan cepat. Mengatur shutter speed dan diafragma adalah makanan sehari-hari baginya ia bisa menyeting itu sambil berlari. Seolah-olah kamera adalah bagian dari tubuhnya.
Difotonya juga para pria dan Wanita berbusana Bali yang membawa gamelan dan sesajen. Lisa tidak mau melewati momen itu sedikitpun, ia mengikuti rombongan itu dan mengambil gambar setiap ada kesempatan, terlebih saat mereka semua sampai di perempatan jalan, orang-orang memutar Bade yang cukup tinggi. Suara gamelan terdengar semakin keras. Setelah mengambil beberapa gambar ia menyadari ternyata ia tidak sendiri, dibelakangnya ada tiga orang tourist berpasangan yang sedang mengabadikan momen ngaben. Di tengah keramaian Lisa tersenyum menyapa mereka.
Lisa terus mengikuti rombongan Ngaben itu sampai pada Setra (kuburan Bali), dilihatnya juga Lembu hitam besar yang berdiri di sana, disana adalah tempat diletakkannya jenasah. Ia agak canggung memasuki kuburan yang sudah dipadati orang-orang berbaju adat Bali. Namun ada beberapa tourist yang memasuki area tersebut dengan santainya, kemudian ada seseorang bapak yang mengarahkan mereka agar tidak terlalu dekat dengan dengan lembu karena setelah beberapa prosesi lembu akan dibakar.
Prosesi berjalan baik, Lisa kini berada di sebelah pasangan tourist itu untuk mengambil gambar. Tiba saatnya Lembu dibakar, Lisa merasa auranya agak seram, melihat jenazah terlalap api, namun karena insting fotografinya sudah cukup terlatih, baginya ini adalah momen yang tidak boleh terlewatkan. Dengan memaksimalkan angle dan rule of third dari posisinya ia bisa mendapatkan gambar yang ia inginkan. Setelah melihat beberapa orang memasuki pura dalem yang tidak jauh dari sana, Lisa hanya bisa mengambil gambar dari depan gerbangnya.
Waktu menunjukkan pukul 4 sore, beberapa orang-orang sudah mulai pulang, dan Lisapun berjalan menuju kosnya, jika sempat ia mengambil beberapa gambar di jalan. Petualangan hari ini cukup melelahkan, namun hari ini ia cukup puas karena banyak momen yang ia dapatkan.
***
"Sayaaanggg, mama bawain betutu Liku nih!" Dina memasuki kamar, Lisa hanya menoleh ke arah pintu kamarnya. Dari tadi sore ia tidak beranjak dari Laptopnya untuk menyortir hasil 'buruan'nya tadi, beberapa ia edit dan beberapa lagi sizenya dikecilkan untuk di upload di instagram pribadinya.
"Makasi ma!" Kata Lisa kemudian mengalihkan pandangannya lagi ke arah monitor.
"Tumben serius banget, biasanya joget-joget kalo mama pulang, lagi ngapain sih?" Penasaran, Dina menghampiri Lisa "Wow, ini foto apa?"
"Ngaben Ma, Tadi aku hunting foto, lumayan hasilnya" Lisa menunjukkan slide demi slide foto hasil jepretannya. Dina hanya bisa tercengang saat melihat Bade yang begitu gagah tinggi menjulang, tidak ada porsi yang salah disana, fokus pas ditengah, diambil dari angle 'worm eye' dengan latar belakang langit yang sangat bersih.