Hah? Apa katanya tadi? Pangeran? Halo.... dunia masih berputar, kan? Hari gini ada pangeran pakai baju kasual di depan publik dan berkeliaran tanpa pengawalan? Lagian katanya dia dari luar negeri, tapi kok bisa fasih berbahasa gaul ala Indonesia? Bukan itu saja, bahkan nama “kerajaannya” saja sudah aneh! Rine―apa katanya tadi? Yang jelas, seumur-umur belajar Geografi, aku belum pernah mendengar nama negara seperti itu! Apa dia bergurau? Tapi wajahnya kelihatan serius... atau mungkin dia ini pangeran dari dimensi lain? Ah, sudah cukup! Aku terlalu banyak baca komik!
“Halo, kamu masih di situ?” sang “pangeran” menggerakkan tangannya di depan wajahku. Aku langsung tersadar.
“A... Apa?”
“Apanya yang ‘apa’?” dia balik bertanya. Tidak salah lagi. Kefasihannya ini dalam berbahasa Indonesia sudah dalam taraf native speaker. Masa pangeran dari negeri antah-berantah bisa sefasih ini berbahasa Indonesia? Sangat tidak mungkin!
“Kamu tadi bilang apa? Pangeran?”
“Iya, aku ini pangeran dari...”
“Kamu mau ngebohongin aku, ya?” potongku marah, meletakkan tanganku di pinggang. “Lihat diri kamu! Mungkin aja kamu mirip bule, tapi kamu jago banget berbahasa Indonesia! Pasti kamu anak ekspatriat, ya? Ekspatriat mana? Inggris? Jerman? Tolong, deh, kalau ngelindur jangan sama aku! Lagian mana ada negara namanya Rinedia...”
“Rinnesevia,” dia membenarkan dengan tenang.
“Ya, apalah itu! Aku juga belajar Geografi, tahu! Nggak ada negara namanya seko... maksudku seaneh itu!” aku berusaha menghindari kata “konyol” sebagai bentuk penghargaan terhadap orang... ehm... maksudku “pangeran” ini.
“Rinnesevia memang bukan negara besar. Kami baru aja merdeka. Aku ini pewaris tahta berikutnya setelah ayahku,” katanya dengan nada bangga.
“Terus, bagaimana Yang Mulia bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar?” sindirku. “Udah, deh, nggak usah ngibul! Kamu ini anak ekspatriat, kan? Jangan bercanda denganku! Aku ini nggak bodoh, tahu!”
“Aku tahu kalau kamu nggak bodoh, tapi aku juga nggak bohong. Kamu benar, aku ini anak ekspatriat. Ayahku mungkin aja raja Rinnesevia yang lahir dan besar di sana, tapi ibuku orang asli Indonesia. Aku sempat tinggal lama di sini karena waktu itu tempat ayahku nggak aman dan banyak pemberontakan, jadi aku bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Setelah negaraku merdeka dan ayahku dinobatkan jadi raja, aku dan ibu kembali ke sana,” dia menjelaskan panjang-lebar. Memang bisa dipercaya, tapi tetap saja... aneh.
“Terus kok aku nggak pernah dengar kabar tentang Risania itu di media massa? Lagian kalau katanya kamu sudah bisa kembali ke sana, ngapain kamu di sini?”