My Lost Prince

Rosa L.
Chapter #29

(Tidak) Normal

Leon pulang. 

Akhirnya aku mendapatkan lagi hidupku yang sempurna. Tapi kenapa aku merasa hampa?

Semangatku seakan-akan menguap. Aku tidak bergairah mengerjakan segala sesuatu dalam hidupku. Parahnya, di setiap hal yang kutemui, aku pasti teringat akan Leon. Ketika sedang menulis, aku seakan melihat wajahnya di buku tulis. Ketika sedang browsing, aku seakan melihatnya di layar ponselku. Bahkan di papan tulis, taman sekolah, televisi, semua sendi kehidupanku... aku seperti melihat dia, tersenyum di semua tempat sambil meneriakkan kata-kata rayuan gombal. Apa yang terjadi padaku?

Sialnya, selama seminggu Leon sama sekali tidak menghubungiku. Aku tergoda untuk menanyakan nomor ponselnya pada orangtuaku, tapi akan amat sangat memalukan kalau ternyata aku, yang tadinya jual mahal tidak mau memberi nomor telepon, malah jadi pihak yang menghubungi duluan. Mau ditaruh dimana mukaku nanti? 

Akan tetapi, semakin hari aku jadi semakin sedih karena merasa diabaikan oleh Leon. Katanya dia mencintaiku, tapi masa dia melupakanku begitu saja saat pulang ke rumahnya di seberang lautan sana? Masa dia menganggap serius kata-kataku waktu tidak memberikannya nomor ponsel? Itu kan hanya bercanda... Kalau lama tidak mendengar kabar begini kan aku...

...kangen... 

Tidak... tidak... tidak... itu tidak pernah dan tidak akan pernah terjadi! Aku hanya sedang ngelindur saja, kok, dan akan pulih dalam waktu dekat. Benar, kan?

Tidak benar.

Bahkan hari ini juga aku masih kehilangan semangatku, tepat di hari kedelapan setelah Leon pergi. Aku sedang duduk di jok belakang mobilku, diantar Pak Udin seperti biasa untuk berangkat ke sekolah. Sekuat apapun aku berusaha, mood-ku tetap tidak bisa dibikin membaik, jadi aku hanya bisa duduk bersandar dengan lesu dengan wajah yang muram seperti anak yang sudah tidak punya harapan hidup lagi.

“Non kenapa, sih, akhir-akhir ini kok cemberut terus?” Pak Udin menegur juga akhirnya. “Saya perhatikan sejak Den Leon pergi, Non seperti kehilangan semangat.”

“Saya juga nggak tahu, Pak. Kenapa, ya?” aku balik bertanya lemas.

“Apa mungkin karena perasaan Non sama Den Leon?” tanya Pak Udin hati-hati. Aku tertawa lemah.

“Nggak mungkin, Pak. Saya lagi sakit, kali.”

“Sakit hati?” tebak Pak Udin main-main.

“Ya, nggak, lah, Pak!” aku menepis anggapan itu, namun tetap tidak bisa menjelaskan kenapa tubuhku masih tidak bergairah juga. Sepertinya pangeran itu membawa pengaruh yang buruk untukku.


*******


Lihat selengkapnya