Brak!
Aku mendobrak pintu ruang makan dan berteriak, “Apa sudah selesai?”
Semua orang, yang masih merupakan susunan orang yang sama dengan yang kutinggalkan tadi, menoleh dan memandangku heran.
“Apanya yang ‘selesai’?” celetuk Kak Ryan.
“Itu... dokumen... apa sudah selesai ditandatangani?” tanyaku tegang.
“Sudah dari tadi, Non,” sahut Kak Ryan dengan santai. Tubuhku lemas seketika.
Sekarang semua secara resmi sudah selesai.
Selamat tinggal, Leon. Untuk selamanya.
*******
Aku menyusuri pantai di malam hari dengan galau. Berkali-kali aku menyesali hilangnya berbagai kesempatan yang seharusnya bisa kumanfaatkan untuk mencegah Leon pergi. Di bandara, di ruang latihan, sebelum aku keluar ruang makan... tapi semua peluang emas itu kusia-siakan begitu saja, karena aku terlalu gengsi, karena aku selalu berpikir “pasti nanti akan ada kesempatan lagi”. Nyatanya, kini semua sudah berakhir. Aku dan Leon sudah resmi berpisah. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan.
Aku jatuh terduduk di atas pasir putih. Airmataku menetes, membasahi pipiku.
Aku mencintai dia.
Aku mencintai Leonardo Grenneth.
Aku mencintai pangeran tersesat yang sudah menghiasi kehidupanku dengan warna yang berbeda.