My Love G - Book #1

Amanda Bahraini / Rainy Amanda
Chapter #4

Imbalance

♫Right from the start, you were a thief,

you stole my heart

And I, your willing victim♫

(Just Give me a Reason – P!nk feat. Nate Ruess)

-----------------------------------------

  Aku memandang tubuh kurus yang tergolek lemas di atas dipan perawatan. Rio Indrajaya yang seharusnya berumur 20 tahun terlihat seperti remaja yang baru duduk di bangku SMP. Tulang pipi dan matanya menonjol, bibirnya kering dan berwarna pucat. Tubuhnya ringkih dan napasnya terdengar seperti derik pintu tua yang engselnya sudah berkarat. Pemuda itu masih dalam pengaruh obat tidur, terlihat dari dadanya yang bergerak naik turun teratur. Barusan, suster Ingrid memberikan informasi bahwa Rio baru saja dibawa ke UGD dua hari yang lalu akibat dehidrasi dan malnutrisi.

Tenggorokanku tercekat, iba dengan kondisi yang dialami pemuda ini. Tiba-tiba tangan Rio bergerak perlahan, kelopak matanya membuka, pupilnya bergerak cepat ke kiri dan kanan, panik. Tatapan pemuda itu berhenti padaku, dan tanpa kuduga, air mata mengaliri tulang pipi di kedua sisi wajahnya.“Keluar,” ucapnya lirih, lebih terdengar seperti permohonan.

Kudekati dia, naluri memerintahkanku untuk mencoba menenangkannya. Tapi Rio menepis tanganku dengan kasar, dia menegaskan kata-katanya barusan,“Pergi! Lo jelek!".

-----------------------------------------

 Yindi memiringkan kepala, mengulang tiga paragraf pertama dari naskah yang berada dalam genggamannya. Didorong rasa penasaran, gadis itu membaca novel Julien Kim yang berjudul Cinta Kurang Gizi. Berdasar lembar sinopsis, ini adalah kisah komedi romantis antara seorang dokter wanita dan pria penderita Anorexia Nervosa. Awalnya Yindi sedikit meremehkan, tapi ternyata setelah dibaca, plotnya cukup menarik.

Baru halaman awal dan pembaca sudah dibuat bertanya-tanya. Yindi bisa melihat mengapa Lovebirds Publishing tertarik untuk menerbitkannya. Ibu Inge memang tidak mempermasalahkan Julien Kim yang tidak jelas rimbanya, tapi Yindi merasa sedikit menyayangkan. Naskah yang sedang dibacanya ini unik dan memiliki daya tarik tersendiri.

Sepintas, pikirannya kembali pada Galih. Sudah beberapa hari berlalu sejak acara makan malam mereka di Resoluté. Dia menduga, kejadian hari itu akan membawa reaksi yang berbeda; mungkin Galih yang menjauh, atau malah semakin dekat karena menyadari perasaan Yindi. Tapi tanpa disangka, pria itu bersikap seperti biasa. Dia tetap mengirim pesan dan menelepon Yindi setiap hari. Beberapa hari yang lalu mereka bahkan menyantap shabu-shabu bersama, lengkap dengan lelucon tawar khas pria itu.

Tidak ada yang berubah. Yindi tak tahu harus merasa senang atau justru sedih. Gadis itu memandang pergelangan tangan kirinya, charm bracelet hadiah dari Galih masih melingkar di sana, membuatnya semakin bingung. Pertanyaan yang kian hari kian terasa usang masih membayanginya; apakah Galih pernah menganggapnya lebih dari sekadar teman ataukah selama ini dia hanya besar kepala?

Yindi menghela napas, ditutupnya naskah Julien Kim dengan lesu. Dia menoleh ke kubikel sebelah, sahabatnya Mita sedang sibuk berkutat dengan setumpuk naskah baru. Membaca—kegiatan yang digadang-gadang sebagai bagian paling seru dalam karir seorang editor, tapi pada kenyataannya sangat menyita energi.

Jangan salah, untuk seorang pecinta buku, bisa ikut andil dalam dunia penerbitan adalah kesempatan emas. Tapi sayang, editor hanya dibekali dua mata dan satu otak.

Tahu bahwa dirinya sedang diperhatikan, Mita melirik pada Yindi. “Kenapa lo? Kalau lagi nganggur, mending pikirin tuh gimana bisa move on dari Galih,” perintahnya dengan nada menyindir. Selesai berkata-kata, Mita menutup naskah di hadapannya tanpa membaca lebih jauh dan membuka jilid yang baru—kali ini sebuah novel berjudul Aliansi Pangeran Kodok. Sepertinya cukup menarik.

Yindi tersenyum pasrah, menyadari bahwa ada beberapa kolega yang menengok karena suara Mita. Gadis itu membuka laptop dan mengecek e-mail, berpura-pura tak peduli.

Mita memang sudah memberi kartu merah pada hubungan Galih dan Yindi. Setelah tahu bahwa Galih memperkenalkan Yindi sebagai teman, sahabatnya langsung menyarankan Yindi untuk melupakan Galih. Mita berkesimpulan bahwa, kalau Galih memang berniat untuk serius, dia tidak akan semudah itu menyebut Yindi “sahabat”.

Tapi hati yang sedang dimabuk cinta tak mengenal logika. Yindi masih butuh waktu untuk benar-benar memadamkan harapan yang sudah menyala begitu lama. Lagipula, dia masih belum menemukan alasan yang bisa menjelaskan permintaan Galih padanya tadi malam.

Meminta waktu untuk apa? Rasanya Yindi ingin sekali bertanya, tapi gadis itu tak ingin membuat konflik di antara mereka menjadi semakin rumit.

Ping.

Sebuah pesan masuk. Dari Galih. Dengan terburu-buru, Yindi membuka halaman chat pada layar ponsel yang sedari tadi berada dalam genggamannya.

-----------------------------------------------------------------------

Galih :

ndi aku mau ke Jogja

baksos yang aku omongin waktu itu lho

berangkat sore ini naik pesawat

3 hari 2 malem aja

mau oleh-oleh apa?

-----------------------------------------------------------------------

Yindi :

L Kok kasitau berangkatnya dadakan, sih?

Yaudah,

Oleh-olehnya apa aja boleh, deh

Yang penting kamu hati2, cepet pulang.

-----------------------------------------------------------------------

Galih :

beneran?

konde tujuh warna? blangkon yang bisa bicara?

nanti aku cariin

-----------------------------------------------------------------------

Yindi tertawa dalam hati. Lelucon khas Galih yang lagi-lagi kurang lucu, tapi tetap saja membuat Yindi sedikit terhibut. Mungkin inilah kekuatan cinta yang katanya dapat membuat semua yang berwarna coklat terasa manis.

-----------------------------------------------------------------------

Yindi :

J J J

Blangkonnya bisa ngomong,

Biar bisa kasitau masuk Gryfindor atau Slytherin

Geje ah kamu,

-----------------------------------------------------------------------

Oh, mau bagaimana lagi? Cinta pulalah yang sanggup membuat semua orang rela menjadi sama tidak lucunya dengan objek yang dicintai. Yindi meringis sendiri melihat kata-kata yang barusan dia kirimkan pada Galih.

-----------------------------------------------------------------------

Galih :

geje tapi diladenin juga kan J

artinya kita sesama geje

tidak boleh saling mendahului

J J J

yaudah

Lihat selengkapnya