JAM 16.00 WIB
Tidak seperti biasanya, langit sore hari ini serasa mendung tak bersahabat.
Sendiri menyepi di bawah riuhnya hujan yang cukup deras, disertai pula dengan derunya angin sore yang kian berhembus kencang, membuat tubuhku terasa kaku kedinginan.
Aku hanya mampu duduk terdiam, memandangi jalanan raya yang tertutup genangan hujan.
Sembari menyelimuti seluruh tubuhku dengan mantel hijau tosca kesayanganku, tetap saja, dinginnya hujan semakin terasa menembus kulit ariku.
Tatkala, kerumunan orang disana, juga sama seperti halnya denganku yang duduk sendiri diam termenung .
“ Kapankah hujan akan reda? ”.
Suasana sore ini, sangatlah membuatku bosan.
Ditambah lagi, dengan biasan kilatan petir yang terus saja berkelana di langit hitam dengan lepas dan terlihat sangat menakutkan.
Dibalik kacamataku yang bulat melingkar di kedua mataku, aku melirik kerumunan anak SMA yang juga menunggu di Halte Bus yang sama denganku.
Ketika sejenak memandang kearah mereka, menyelinap tiba-tiba di anganku, akan untaian kenangan indah disaat untuk pertamakalinya aku bertemu dengan Blue kekasihku, tepat di halte bus ini, sewaktu hujan di sore hari.
Pertemuan yang diawali dari adanya dua pasang mata yang saling beradu pandang.
Berusaha menyapa, namun diam dibalik senyuman tipis yang acuh tanpa basa-basi.
Masih melekat jelas dalam ingatanku, dimana sewaktu itu, dia hanya duduk disebelah kanan pundakku, sembari dengan tenang membaca buku anime jepang klasik kuno terbitan tahun 2010.
# FLASHBACK
Aku meliriknya, dan secara diam-diam berusaha melihatnya. Namun, tetap saja bibirku kaku tidak mampu mengucapkan sepatah kata apapun.
Hatiku semakin gusar, ditambah lagi hawa udara hujan yang dingin menderu.
Bingung, bagaimana caraku untuk pulang kerumah.
Ponsel samsung lipat merah yang kuselipkan di dalam saku celana jenasku, terus saja bergetar menyuruhku untuk segera mengangkat telpon dari mama yang pastinya sangat khawatir dengan diriku yang tak kunjung pulang kerumah.
Aku mengerti, bagi masyarakat yang bertradisi jawa kraton kental sepertiku, memang sangatlah pantang bagi seorang gadis berada diluar rumah dalam keadaan hujan badai seperti ini.
Tidak ada pilihan, sepertinya aku harus benar-benar nekat pulang berhujan-hujan kerumah.
Walaupun disisi kananku ada pria tampan yang membawa payung berwarna hijau tua, tidak mungkin bagi diriku untuk meminjam darinya.
Ditambah lagi, dia hanya diam tak acuh kepadaku, dan sama sekali tidak menunjukkan rasa empati apapun.
Dengan nada pelan dan ramah, aku mencoba terus menyapanya, namun, tetap saja dia hanya diam tanpa suara dan terus saja sibuk dengan buku anime klasik yang dibacanya.
Dasar pria tampan yang sangat aneh yang pernah kulihat.
“ Hei kamu !!! ”.
Sontak saja seketika aku hendak pergi dari halte bus, pria tampan aneh itu kemudian memanggilku dan beranjak berdiri dari tempat duduknya.
“ Kamu memanggilku??? ”.
Dia menuju kearahku sembari membawa payung miliknya, dan tetap sama, sembari menunjukkan wajah tak acuh yang sangat dingin.
-
“ Ambillah, kamu akan sakit jika pulang tanpa payung ini ”.
“ Tapi??? ”, aku tetap berusaha mengelak.
“ Sudahlah, aku bisa pulang nanti setelah hujan reda. Jangan berkata tapi, dan pulanglah dengan payungku ini ”.
Dia mencoba terus memaksaku untuk menerima payung hijau tua miliknya tersebut.
Aku tidak mengerti, apa gerangan maksud darinya memberikan payung miliknya tersebut kepadaku.
Padahal, sejak tadi aku memanggilnya, tetap saja dia diam tanpa menoleh kearahku.
Mungkin saja aku memang salah penafsiran, dia adalah pria yang cukup baik, jika tidak, untuk apa dia meminjamkan payung miliknya ini kepadaku dengan begitu gamblangnya, padahal aku dan dirinya tidak saling mengenal satu sama lain.
“ Terimakasih”, ucapku kepadanya sebelum pergi dari halte bus.
Dan akhirnya, berawal dari payung hijau tua itu pula, yang menjadi awal kedekatanku bisa terus bersama dengan Blue, hingga sampai hari ini.
Sejenak ketika aku sedang asyik melamuni masa laluku bersama Blue, sama seperti biasanya, ponselku yang sengaja kuselipkan disaku celana jeansku terus berdering sangat kencang.
Ini sangat memalukan, apalagi semua orang di halte dengan spontan memandang kearahku, dengan pandangan sinis dan ketus.
Tatapan mereka, membuatku seketika saja melongo, sembari mengulurkan senyum cengir menahan rasa maluku.
-
“ Assalamualaikum sayang, kamu dimana sekarang?. Kenapa hampir menjelang azan magrib belum juga sampai dirumah ? ”
“ Waalaikumsalam, iya ma. Ini Alisyah sudah pulang kok dari Perpustakaan. Hanya saja, sekarang Alisyah sedang berteduh di Halte Bus dekat Komplek Perumahan kita ma. Karena, hujannya sangat deras sekali. Mama tenang saja, tidak perlu khawatir ”.
“ Itulahkan, sudah mama katakan berulang kali, jika hari ini langit sangat gelap dan mendung, eh kamu masih juga berkeraskepala untuk pergi ke Perpustakaan. Sekarang lihatkan, kamu masih diluar dan terjebak hujan ! ”.
Seperti biasa, mamaku yang overprotrektif menunjukkan rasa kekhawatirannya kepadaku dengan berbicara panjang lebar kepadaku dibalik panggilan telpon.
“ Mamaku sayang, pokoknya mama tidak perlu khawatir ya, setelah hujannya reda, Alisyah akan langsung bergegas pulang kerumah, oke mama ”.
Sekuat tenaga aku berusaha meyakinkan mamaku. Dan alhasil, setelah panjang lebarnya aku memberikan penjelasan kepada mama melalui ponselku, sejenak aku menyadari, bahwa hujan di sore ini telah reda.
Terlihat semua orang beranjak pergi dari Halte bus, dan kemudian melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda.
-
“ Ma, Alisyah tutup ya telponnya ya. Hujannya sudah reda. Nanti kita sambung lagi dirumah, ya ma. Good bye mama, see you in home. Assalamualaikum ”.
“ Waalaikumsalam, kamu hati-hati ya sayang ”.