Pagi dan awal yang indah bagi seorang Natasha hari ini.
Dengan langkah pasti setelah keluar dari basement apartemen tempat tinggalnya, penampilan khasnya yang tak pernah berubah dan entah kapan akan berubah itu justru tidak mengurangi rasa percaya dirinya, menurutnya penampilan itu hanyalah nomor sekian yang paling penting itu adalah isi kepala.
Beda halnya kalau dibandingkan dengan Ibra, penampilan dan inteligent dua-duanya harus balance agar tercipta sebuah citra dan kharismatik seseorang. Tentu saja Ibra mengutamakan hal itu, secara dia memang seorang pemimpin dan pengusaha terkenal tepatnya adalah menggantikan posisi sang ayah di dunia bisnis. Dan diapun baru saja dipromosikan untuk itu.
Wajar saja seorang Ibra akan menyombongkan dirinya apalagi jika sudah mengingat dirinya harus dibandingkan dengan Nata.
Nata sudah sampai di kawasan Erasmus University Rotterdam, "Amazing", satu kata yang terucap saat menginjakkan kakinya disana, gedung kampus yang menjulang memiliki 18 lantai tersebut, dengan taman yang indah seakan mampu menampung semua warga Rotterdam, bukan para mahasiswa nya saja bahkan semua orang akan dengan senang hati untuk singgah disana.
Kampus Erasmus memang berada dikawasan maritim melihat dari geografis Rotterdam, pepohonan yang rimbun dan air mancur yang sejuk di tiap kolam yang berjejer indah di sepanjang taman. Siapapun akan terpukau dan enggan untuk beranjak. "This is fantastis, bak surga dunia, dan ini baru sebagian fasilitas yang ada di Erasmus.
Nata terus melangkah sesuai geogle map sebagai pandunya, tak ada satupun yang ia kenal disini, untuk bertanya dan menyapa biarlah urusan nanti. Saat ini yang menjadi misi untuk langkah pertamanya adalah menuju ruang Rektor untuk memenuhi undangan beliau tempo hari lewat email nya.
Nata tampak antusias walau tak bisa dipungkiri rasa gugup yang ia punya, terus dengan seksama memperhatikan dan mencerna tiap kata dari sang Rektor, beruntungnya sang Rektor hanya menggunakan bahasa Inggris, setidaknya Natasha belum diberi kesempatan untuk berkomunikasi dalam bahasa Belanda saat ini.
"Lumayan, itung-itung untuk stok bahasa besok." Pikir Nata.
Hampir satu jam perbincangan antara Nata dan sang Rektor, kemudian Nata undur diri. Nata belum ingin kembali ke apartemennya, dia masih ingin melihat-lihat sekitar Kampus. Namun dia lelah sendiri, "kampus ini terlalu luas." Batinnya.
Nata pun kembali ke taman sambil mengambil beberapa gambar beserta Selfi dirinya, kemudian mengirimnya ke Maya dan Tita. Tak lama panggilan video call terhubung ke ponselnya.
"Hai cupu, mau pamer ni yee, gua jadi pengen nyusul lo ke situ." Rengek Maya dari seberang.
Belum sempat dijawab Nata, panggilan vc berikutnya masuk lagi, tentu saja dari kak Tita. Percakapan sambung tiga pun dimulai.
"Laa, si Maya udah nimbrung, apa kabar may nggak pernah ke tempat kakak?"
"Alhamdulillah baik kak, kakak gimana?"
"Alhamdulillah, gimana kabar ayah may, udah sembuh belum?"
"Udah kak, semenjak pemasangan ring di jantung ayah nggak perlu bolak-balik rumah sakit lagi, cukup rutin kontrol aja."
"Ooh, syukurlah. Nata, kamu gimana dek, lancarkan semuanya nggak ada kendala?"
"Nggak kak, semua baik-baik aja, kakak gimana, masih sendirian, oh iya may, bantuin kakak gue dong cariin calon suami biar dia punya teman dan gue pun disini juga tenang."
"Assiaap bos." Keduanya pun sambil terpingkal, sementara Tita hanya manyun.
"Kalian ya, dua-duanya sama, selalu ngeledekin kakak, durhaka tahu."
"Siapa yang ngeledekin, kan memang iya kan may, emang kakak mau sampai kapan, aku juga pengen punya kakak ipar, emang lu gimana may?"
"Gua juga, iya lo kak, buruan gih."
"Dasar bocah, gue sentil nih, kalian selalu berani ngomong gitu ya kalau lewat telepon, kalau ngomong itu langsung dihadapan kakak Napa hah?"
" Yeee, palingan belum selesai ngomong aja udah keburu di jitak."
"Ho oh betul itu." Sambung Maya.
"Hah, nggak abis-abis nih bahas yang nggak-nggak, ehh ngomong-ngomong ini kamu lagi dimana Nat, kok kakak liat tempat nya kayak taman rekreasi."
"Di kampus kak, di tamannya." Sambil mengedarkan kameranya ke sekeliling dan mengarahkan ponselnya ke langit.
"Gila, lu serius Nat, itu kampus lo, kok kayak bukan kampus ya, kalau diliat kayak wahana wisata terus itu kampusnya kayak gedung perkantoran elit, lo nggak salah tempat kan?"
"Ya enggaklah, ini beneran, noh lo baca." Sambil memperlihatkan nama kampus yang terpampang di gerbang menjelang masuk area kampus Erasmus.
" Wah keren ya may."
"Iya kak, nggak nyangka aku kampus nya keren gini, apalagi kampus-kampus lainnya kan kak?"