Seorang dokter muda berparas cantik bernama Renata yang akrab dipanggil Ren oleh orang-orang sekitarnya kini telah resmi bekerja di rumah sakit Medika Hutama. Sebuah rumah sakit elit milik keluarga Hutama. Tak pernah terbayangkan oleh Renata bisa diterima bekerja di rumah sakit elit tersebut tanpa perantara ataupun promosi dari orang dalam. Berkat usaha dan kecerdasannya, ia mampu lolos dalam tes dan diterima bekerja di rumah sakit tersebut sebagai dokter anak.
Pagi ini, dengan langkah tergesa-gesa, Renata menyusuri lorong demi lorong karena ada seorang pasien baru yang membutuhkan pertolongannya.
"Semangat, Ren," ucap Renata sembari mempercepat ayunan langkahnya.
Saking semangatnya tanpa sengaja Renata menyenggol lengan seorang wanita paruh baya yang berjalan menunduk seperti sedang mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. Yap, wanita paruh baya tersebut mencari ponselnya. Namun naas, ponsel wanita tersebut terjatuh karena tersenggol oleh lengan Renata.
Brukk takkk
"Ma-maaf Bu, maaf kan saya tidak sengaja," ucap Ren merasa bersalah. Tangan Ren seketika langsung terulur ke bawah mengambil dan memeriksa ponsel si wanita paruh baya yang terjatuh akibat tersenggol olehnya.
Dengan muka ramah wanita tersebut justru tersenyum dan mengindahkan ucapan Renata karena ia juga merasa salah dalam hal tersebut.
"Tak apa, Dok. Saya yang salah karena terlalu panik mencari ponsel hingga tak melihat ada Dokter yang berjalan dari arah depan saya," ucap wanita tersebut dengan senyum ramahnya.
"Tidak ... Tidak, saya yang salah, Bu. Saya terlalu tergesa-gesa menyebabkan ponsel Ibu jatuh. Untung saja ponselnya tidak apa-apa, Bu. Sekali lagi maafkan saya ya, Bu," ucap Renata sambil mengelus punggung tangan wanita tersebut.
"Ahh ya ... maaf saya permisi dulu ya, Bu. Ada pasien yang harus segera saya tangani," ucap Renata sopan.
"Baik dokter ... silakan," jawab wanita ramah tersebut.
Renata mengayunkan kaki jenjangnya lebih cepat menjadi setengah berlari.
"Semoga saja aku tidak terlambat," batin Renata.
Sementara wanita yang Renata tabrak tadi masih diam di tempat memandangi punggung Renata berlalu. Wanita yang masih terlihat modis meski usianya tak lagi muda itu ternyata adalah Bu Anna, Ibu dari pemilik rumah sakit tempat Ren bekerja.
Namun meski Renata tak mengetahui siapa yang ia tabrak, Renata tetap ramah dan sopan, membuat Anna kagum pada sifat Renata.
Anna masih tercenung, ia mengingat-ingat wajah Renata, detik selanjutnya ia penasaran siapa dokter yang baru ia lihat tersebut. Anna mengira jika Ren adalah dokter baru hingga tak mengenali ataupun menyapa dirinya sebagai ibu si pemilik rumah sakit tempat ia bekerja.
"Cantik, baik, sopan dan idaman. Semoga Dafa mendapatkan jodoh yang seperti itu," gumam Anna sambil mengingat-mengingat senyum Renata.
Renata membuka knop pintu sebuah ruangan VVIP. Ia melihat seorang bocah laki-laki terbaring lemah di atas brangkar. Ia pun bergerak mendekat, diambilnya sebuah stetoskop yang ia simpan di dalam saku snelli-nya.
Renata memeriksa anak laki-laki tersebut, ia lantas mengambil sebuah termometer untuk mengukur suhu tubuh si bocah laki-laki tersebut. Ternyata anak itu mengalami demam tinggi.
"Maaf, Bu sejak kapan putra Ibu demam?" tanya Renata kepada seorang wanita paruh baya bertubuh gendut yang masih mengenakan setelan baju tidur.
"Sejak tadi malam, Dok. Den Kafa muntah-muntah dan panas badannya," adu wanita itu.