Ingin rasanya Renata pergi dari acara makan siang ini, jika saja tak melihat ada Kafa disitu Renata sudah pasti pamit pergi dari tadi karena tak kuat dengan sifat dingin Dafa yang menurutnya sama saja dengan menolak kehadirannya.
"Kalau bukan karena Kafa aku tidak akan mau berada di sini," batin Renata.
"Sabar Ren, sabar," ucap Renata menguatkan hatinya.
Dalam hati Renata terus menggerutu dengan sifat dingin Dafa kepadanya saat ini namun disamping itu Renata juga penasaran mengapa Dafa sampai bersifat demikian padanya. Ia berpikir keras apakah ada yang salah dengan Renata? Atau karena Dafa terlalu mencintai mendiang istrinya dan tak mau ada wanita lain dalam hidupnya sehingga menolak Renata. Entah lah memikirkan itu benar-benar membuat Renata kacau.
"Masa iya sih sifatnya begitu, aku kira pria dingin itu hanya ada di dalam novel saja," batin Renata.
"Apa dia punya kelain yak? Astagfirullah ngomong apa sih aku, eh tapi dia itu aneh. Dinginnya itu loh gak ketulungan," umpatnya dalam hati.
Renata melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya dan cepat menyadari jika waktu istirahatnya hampir habis. Renata memohon diri kepada orang tua Dafa dan tak lupa berpamitan dengan Kafa serta Shafa tanpa melupakan Dafa meski Dafa bersifat cuek padanya.
"Tante, Om, Ren permisi dulu ya jam istirahat Ren hampir selesai jadi Ren harus kembali. Terima kasih makan siangnya Om, Tante," ucap Renata sopan.
"Sayang, Bunda kerja dulu ya? besok kita sambung lagi," bisik Renata pada Kafa yang dibalas anggukan oleh Kafa.
"Kak Shafa tante balik kerja dulu ya. Terima kasih Kakak Shafa sudah mengajak Tante makan siang," ucap Renata lembut sembari mengusap puncak kepala Shafa.
"Bunda, apa Shafa tidak boleh panggil Tante dengan sebutan Bunda sama seperti Kafa?" tanya Shafa yang dibalas senyuman kikuk dari Renata.
"Terserah Kakak Shafa saja yang penting Kakak Shafa dan adek Kafa happy dan nyaman," ucap Renata tersenyum.
"Terima kasih Bunda, Shafa berharap bunda mau jadi ibu buat kita," ucap Shafa tulus.