Pernikahan antara gadis berusia 16 tahun dengan seorang pria berumur 37 tahun. kauri bernama lengkap Miki Nakano Kauri, berkulit putih, hidung mancung dan mata bulat tinggi 150 cm rambut hitam kriting gantung terpaksa menikah dengan Merik Netsu Kira seorang priabertubuh tinggi 180 cm kulit putih hidung mancung dan garis rahan tegas, seorang duda memiliki seorang anak yang seumuran dengannya. Jika pria itu menikahinya karena cintaa Kauri menikah karena harta.
Setahun sudah mereka menikah, namun dia belum juga bisa mencintai sang suami, dalam hatinya selalu masih ada cinta untuk mantan kekasihnya 'Reva Sugami. Masih segar dalam ingatannya bagaimana tatapan terluka orang yang paling dicintainya saat mengetahui dirinya akan menikah dengan duda kaya. Disinilah dia sekarang, berdiri didekat jendela sambil memandangi langit, matanya menerawang angannya melayang pada mantan kekasih, membuat hatinya terhiris pilu.
"Reva, maafkan aku. Sebenarnya aku masih sangat mencintaimu," gumamnya.
"hn, aku juga sangat menvcintaimu, sayang. Jadi kenapa kau harus mintak maaf," balas seorang tiba-tiba. Jantungnya terasa berhenti saat mengetahui bahwa itu adalah suara sang suami, meski dia tak mencintainya namun dia juga belum siap dicerai jika ketahuan, perasaan cemas serta resah menggelayuti relung hatinya. Dia berjengit saat sebuah lengan melingkari pinggang rampingnya, tubuhnya terasa menegang, tapi bibirnya berubah menyunggingkan senyum sinis saat dia mengingat kembali ucapan sang suami dan perlakuannya yang masih begitu lembut.
"dasar om-om tidak tau diri, siapa juga yang suka ama kamu, aku itu menikahimu karena ibuku yang gila harta itu, tidak sadar banget si, lagian apa kamu tidak sadar kalau aku lebih pantas jadi anakmu jadi istrimu," batinnya memaki. Prias itu merasa heran dengan sikap sang istri yang mendadak diam, wanita itu tidak protes ataupun tidak menjawab pertanyaanya, padahal biasanya istrinya itu akan protes jika dia memperlakukan selembut ini.
" kenapa, sayang? kok diam," tanyanya heran.
"tentu saja karena aku malas dekat-dekat denganmu, apa lagi dipeluk-peluk olehmu begini," batinnya terus memaki. Merik semakin tak mengerti dengan sikap sang istri yang berubah jadi sangat pendiam dan pasrah, dia tak tau saja kalau dari tadi wanita itu terus memakinya dalam hati. Selama ini wanita itu tak pernah mendiamkanya, meskipun dengan keketusannya, tapi sebagai seorang suami yang sangat mencintai istrinya dia tak masalah. Dia menggerakkan tangannya untuk meraih wajah sang istri, dengan perlahan dia hadapkan kearahnya, membuat mereka saling bertatapn. Kauri merasakan keanehan dalam dirinya, tidak biasanya dia merasa berdebar seperti ini saat berada didekat pria itu, wajahnya bahkan terasa memanas dan dia baru menyadari betapa rupawannya pria berumur dan menjadi suaminya itu.
"apa yang kau pikirkan? apa kau tak suka dengan pernikahan kita? apa kau terpaksa dengan pernikahan ini, sayang?" tanyanya lembut. Wanita itu terkesiap mendengar pertanyaan yang begitu tulus dan ikhlas dari sang suami, dia tak menyangka pria itu begitu memikirkan perasaanya, selama ini dia beranggapan bahwa suaminya juga sama seperti kebanyakan orang yang tak perduli pada perasaannya, timbul rasa bersalah dalam hatinya, hingga dia merasa menjadi wanita yang paling jahat di dunia ini. Dia begitu dicintai oleh sang suami, tapi dia justru memikirkan pria lain, dia ingin jujur dan tidak mau membohongi pria sebaik suaminya lagi, tapi dia juga belum siap untuk kehilangan seluruh kemewahan yang diberikan pria itu, dia bingung harus menjawab apa pada suaminya.
"tidak, Merik. Apa yang kau katakan? aku tidak terpaksa menikah denganmu, aku hanya merindukan rumah dan ibu saja, jadi jangan berfikir yang macam-macam," jawab Kauri. Gadis itu berusaha menyinhkirkan fikiran negatif suaminya, walau kecurigaan sang suami itu tidaklah salah, tapi dirinya belum siap untuk menjadi janda.
"benarkah?" sangsi Merik. Dia tidak ingin wanita yang paling dicintainya merasa tidak
bahagia hidup bersamanya, gadis itu pun mengangguk sebagai jawaban membuat hatinya lega dan bahagia hingga membuatnya tersenyum.