"Maaf ya, kamu gak boleh masuk. Aku masih tinggal sama orangtua." Kata Tara. Selama ini Tara masih menjaga jarak dengan Matcha. Harus dia akui, Tara agak terpengaruh juga dengan kata-kata orangtuanya yang overprotektif.
"Jangan dekat-dekat hewan. Banyak virusnya!"
"Ntar kamu kena kutunya aja gatel-gatel jangan rengek ke mama ya."
Sebenarnya dari hari pertama Tara melihat Matcha yang menggemaskan, Tara sudah sayang.
Tapi setelah beberapa hari belakangan menghabiskan waktu dengan Matcha. Tara jadi makin sayang. Tara keluar teras dan dia memberanikan diri untuk menyentuh Matcha pertama kalinya, baru Matcha merasa nyaman, Tara kepergok ayahnya. "TARA! Itu kucing jalanan kotor! Kamu cepat cuci tangan!" Ayah Tara menendang Matcha sehingga Matcha pun lari keluar pagar terbirit-birit.
"Jangan ditendang Yah!"
"Nanti kalau dia beol di teras, bau, kamu yang bersihkan ya!"
"Dia pupnya di rumah sebrang sana Yah, dibalik pasir itu." Tara menunjukkan gundukan pasir seberang rumah yang sedang renovasi.
"Pokoknya jangan dekat-dekat dan sentuh kucing itu lagi! Kotor!"
Ini bukan hari keberuntungan Tara, karena ibu Tara juga baru pulang kerja dan turun dari mobil. "Pantesan kemaren ibu lihat ada mangkok kosong di teras! Kamu kasih makan kucingnya?"
"Enggak kok cuma kasih minum."
"Yaampun pantesan kucingnya dateng terus." Kata papa Tara.
"Ibu gak mau lihat kamu deket-deket kucing lagi ya. Kalau sampai kucingnya pup, nanti kamu yang pungut!" Kata-kata ibu sama dengan ayah. Mungkin mereka ada pengalaman buruk dengan tai kucing.
Tara menggerutu dan masuk rumah.
Sejak saat itu Tara terpaksa menjaga jarak dengan Matcha. Setiap Matcha datang, Tara hanya menyapanya singkat dari sofa ruang tamu sambil menyeruput teh hijau. "Halo Matcha. Maaf ya gak bisa kasih kamu minum lagi.. Ngomong-ngomong mending kamu cepat pergi dari teras deh, daripada nanti ditendang ayah."
Tara juga kini sering disidak apakah masih bermain dengan kucing atau tidak.