Edwin berdiri di depan mobilnya. "Tar."
"Win, lu apain Lisa? Sekarang dia ngira gua sama lu ada hubungan di belakang dia. Lu harus jelasin sekarang sih ke Lisa."
"Tar. Gua gak jadi lamar Lisa malam ini, harusnya gua lamar."
"Kenapa Win?"
"Jujur Tar, dari awal gua tertarik buat temenan sama lu. Ada sesuatu di lu yang menarik buat gua."
"Win. Jangan bilang lu suka sama gua."
"Gua gak ada intensi apa-apa terhadap lu Tar.. Tapi karena kenal lu, pergi sama lu, ngobrol sama lu, gua sadar Tar, gua gak bener-bener apa adanya terhadap Lisa. Bukan salah Lisa juga sih, tapi gua merasa harus perfect banget didepan Lisa sedangkan terhadap lu, gua merasa apa adanya. Gua ga putusin Lisa.. Gua cuma merasa belum siap aja buat nikah sama orang yang gua gak merasa bisa jadi apa adanya. Dan iya salah gua udah kasih harapan palsu ke Lisa."
Tara tak bisa berkata-kata. Apakah ini karena dia juga merasa Edwin adalah pria idamannya ketika dia pertama kali bertemu dengannya, makanya keberuntungan berpihak padanya dan Edwin tidak jadi melamar Lisa. Tapi semua ini terasa salah. Dia tidak mau menyakiti sahabatnya, Lisa.
"Sori ya Tar."
"Win, gua gak paksa lu buat propose Lisa. Tapi setidaknya kasih penjelasan ke dia karna sekarang posisinya gua merasa seperti orang ketiga. Gua sama sekali gak mau rusak hubungan kalian. Dan yang terpenting, gua gak mau kehilangan sahabat gua."
"Iya Tar. Nanti gua jelasin ke Lisa."
Edwin seperti mau berkata sesuatu tapi Tara menghentikannya. Lagipula dia butuh waktu untuk berpikir.
"Ya udah Win gua ke atas duluan ya."
__________________________________