Setelah percakapan dengan Clara, Luna kembali ke kursinya, pikirannya masih memutar ulang apa yang baru saja didengarnya. Clara benar-benar khawatir, dan semua informasi tentang Aaron terdengar begitu serius. Namun, Luna tidak bisa sepenuhnya percaya. Selalu ada dua sisi dari sebuah cerita, dan sejauh ini, apa yang ia alami dengan Aaron tidak mencerminkan apa pun yang dikatakan Clara.
Kelas berlanjut seperti biasa, tetapi Luna sesekali melirik ke belakang, di mana Aaron duduk dengan tenang. Dia tampak tak terpengaruh, tidak seperti siswa lain yang selalu gelisah berada di dekatnya. Sepertinya Aaron memang benar-benar nyaman dalam kesendiriannya, terpisah dari semua orang. Tatapan dinginnya yang penuh perhitungan masih tampak misterius, tetapi Luna tidak bisa menemukan alasan untuk takut padanya. Ada sesuatu di balik sikap dingin itu yang membuatnya semakin penasaran.
Selesai jam pelajaran, ketika bel terakhir berbunyi, Luna membereskan bukunya dan bersiap untuk pulang. Namun, saat ia hendak keluar dari kelas, Aaron tiba-tiba sudah berdiri di dekat pintu, menunggunya. Semua teman sekelas yang lain cepat-cepat keluar, berusaha menjauh, meninggalkan Luna dan Aaron sendirian di ruangan yang mulai sepi.
Tatapan Aaron tajam namun tidak menunjukkan niat buruk. Ada sesuatu yang halus dalam cara ia memandang Luna, seolah ingin memastikan gadis itu benar-benar mengerti keberadaannya.
“Kau tadi bicara dengan Clara,” kata Aaron, suaranya tenang namun penuh dengan sesuatu yang mendalam, seperti dia sudah tahu apa yang terjadi.
Luna terkejut sejenak, tapi dia tidak menyingkir. “Ya, dia memberitahuku tentangmu,” jawabnya jujur, mengangkat dagunya sedikit, tak ingin terlihat takut.
Aaron tidak menunjukkan ekspresi terkejut atau terganggu. Dia tetap tenang, namun tatapannya mengeras sedikit. “Dan apa yang dia katakan?”
Luna menghela napas sebelum menjawab. “Clara bilang aku harus berhati-hati padamu. Katanya kamu berbahaya, sering terlibat dalam masalah, dan orang-orang takut padamu.” Suaranya terdengar lembut, namun jelas.
Aaron menatapnya dalam-dalam, mencari sesuatu di balik mata Luna. Ketidakpercayaan? Ketakutan? Namun, yang ia temukan hanyalah rasa ingin tahu yang polos. Luna tidak berusaha menghindarinya. Bahkan setelah Clara memperingatkannya, gadis ini tetap di sini, berdiri tepat di hadapannya tanpa rasa gentar.
“Dan kamu percaya itu?” tanya Aaron, suaranya sedikit lebih rendah, hampir berbisik.
Luna menatap matanya dengan yakin. “Aku belum tahu, Aaron. Tapi aku nggak suka menilai seseorang hanya dari apa yang orang lain katakan. Semua orang punya sisi yang berbeda.”
Aaron terdiam sejenak, tatapannya berubah, seolah mencoba memahami gadis yang ada di hadapannya ini. Kenapa Luna begitu berbeda? Kebanyakan orang akan langsung menjauh atau menghindar setelah mendengar rumor tentangnya, tapi Luna… tetap berdiri di sana, tanpa rasa takut sedikit pun. Dia bahkan terlihat lebih penasaran.
Perasaan asing itu muncul lagi di dada Aaron—sebuah tarikan kuat, sebuah obsesi yang kini tumbuh semakin besar. Luna tidak seperti yang lain. Dia polos, murni, dan tidak terpengaruh oleh ketakutan yang biasanya ia tanamkan pada orang lain. Dan itu membuat Aaron semakin yakin bahwa dia harus memiliki Luna. Luna akan menjadi miliknya, bukan sebagai sekadar gadis yang tertarik padanya, tapi sebagai seseorang yang akan selalu di sisinya, hanya untuknya.
“Aku bisa lihat kenapa mereka takut padaku,” kata Aaron akhirnya, nadanya lebih tenang. “Aku tidak mencoba menyangkalnya. Aku memang berbahaya. Tapi tidak untukmu, Luna.”
Luna sedikit terkejut mendengar kata-kata itu. Tidak untukmu. Ada sesuatu dalam pernyataan itu yang terasa intens, mendalam, seolah Aaron benar-benar ingin melindunginya dari sesuatu yang tidak terlihat. Tapi Luna tetap berdiri tegak, mencoba mencerna kata-kata Aaron.
“Aaron…” Luna berhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat. “Aku percaya setiap orang punya alasan di balik tindakannya. Aku nggak tahu apa yang sudah kamu lakukan di masa lalu, tapi aku juga percaya kamu lebih dari sekadar rumor yang orang-orang katakan.”
Aaron menatapnya tajam. "Jadi, kau akan tetap di sini? Di dekatku, meski semua orang bilang sebaliknya?"