My Luna

Fitri Sukendar
Chapter #4

Bab 3

Hari itu, setelah bel pulang berbunyi, suasana di sekitar sekolah terasa lebih tegang dari biasanya. Banyak siswa yang masih berkumpul di halaman sekolah, berbicara sambil melirik ke arah satu sosok yang berdiri tak jauh dari gerbang utama. Aaron, dengan jaket hitam dan tatapan dinginnya, menunggu di sana, seperti seekor serigala yang menunggu mangsanya.

Luna keluar dari kelas bersama teman-temannya. Clara dan beberapa teman dekatnya berbicara dengan riang, tetapi begitu mereka keluar dan melihat Aaron berdiri menunggu, suasana langsung berubah. Semua suara tawa mereda, dan senyum ceria mereka perlahan memudar. Clara segera menangkap lengan Luna, menghentikan langkahnya.

“Luna, lihat…” Clara berbisik panik. Matanya tak bisa lepas dari sosok Aaron yang berdiri tegap di depan gerbang, jelas menunggu seseorang—dan semua orang tahu itu pasti Luna.

“Luna,” Clara melanjutkan, suaranya cemas. “Kamu nggak serius mau pergi sama Aaron, kan?”

Luna menoleh, tampak sedikit bingung. “Kenapa? Aku kan cuma diajak jalan saja, nggak ada yang salah, kan?”

Clara dan beberapa temannya saling bertukar pandang. Ekspresi mereka dipenuhi ketakutan dan kekhawatiran. Mereka semua tahu siapa Aaron, dan mereka tahu apa yang bisa terjadi jika terlibat dengannya. Aaron bukan hanya pemuda berbahaya, tapi juga tak terduga. Tidak ada yang bisa benar-benar menebak apa yang ada di pikirannya, dan itulah yang membuatnya sangat menakutkan bagi orang lain.

“Luna, dia bukan orang biasa,” Clara berkata pelan namun penuh tekanan. “Semua orang di sekolah ini tahu kalau Aaron… dia beda. Kamu nggak boleh sembarangan percaya padanya. Apa kamu nggak lihat bagaimana semua orang takut padanya?”

Luna tersenyum lembut, tapi tetap tegas. “Aku tahu, Clara. Tapi aku sudah pernah bicara sama Aaron beberapa kali. Dia tidak seburuk yang kalian pikirkan.”

“Luna, tolong dengar kami,” salah satu teman lain, Lisa, ikut bicara. Suaranya terdengar hampir putus asa. “Orang lain nggak akan mendekati Aaron kalau mereka nggak punya masalah besar. Kamu nggak lihat tatapan orang lain? Mereka semua takut kalau kamu semakin dekat dengannya.”

Luna memandang teman-temannya satu per satu, tetapi meskipun mereka terlihat sangat khawatir, Luna tetap tenang. Aaron memang misterius dan penuh rahasia, tapi dia juga selalu baik padanya. Dia tidak melihat alasan untuk takut hanya karena rumor.

“Tenang saja,” kata Luna, meyakinkan mereka dengan senyum. “Aku baik-baik saja. Kalau ada apa-apa, aku akan langsung cerita ke kalian.”

Sebelum Clara atau yang lainnya bisa membalas, Luna melangkah maju, meninggalkan mereka dengan perasaan tak berdaya. Mereka hanya bisa menatapnya dengan perasaan campur aduk, bingung antara khawatir dan frustrasi. Tidak ada yang bisa mereka lakukan jika Luna benar-benar memutuskan untuk tetap mendekati Aaron. Mereka semua tahu Aaron tidak bisa didekati sembarangan, tapi Luna… Luna seolah kebal dari semua peringatan itu.

Luna melangkah mendekati Aaron, dan pemuda itu menoleh sedikit, tatapannya yang tajam melunak begitu melihat gadis itu datang. Tanpa berkata-kata, Aaron mengulurkan tangannya ke arah Luna. Mata siswa lain yang berada di dekat mereka segera membelalak, beberapa bahkan bisik-bisik dengan cemas.

Luna tersenyum dan mengambil tangan Aaron tanpa ragu, lalu keduanya berjalan keluar dari gerbang sekolah bersama. Langkah mereka terlihat santai, tetapi kehadiran Aaron di samping Luna seperti menebarkan aura dingin yang membuat siapa pun menjauh. Tidak ada yang berani mendekat, dan tidak ada yang berani berbicara. Semua hanya bisa menatap punggung mereka dengan ketakutan.

Clara dan teman-teman Luna yang lain masih berdiri di dekat pintu masuk sekolah, menatap cemas ke arah kepergian Luna. Ekspresi mereka jelas menunjukkan rasa takut yang semakin besar. Mereka tahu bahwa setelah ini, tidak akan ada yang sama lagi antara Luna dan mereka.

Lihat selengkapnya