Perkelahian yang direncanakan oleh Aaron telah dimulai. Dia tahu bahwa mengatur skenario ini akan membangkitkan rasa khawatir dalam diri Luna, dan kini saatnya untuk mengujinya. Setelah beberapa jam berbincang santai di taman, Aaron mengajak Luna pulang dengan menggunakan motor sportnya yang berkilau, menambah kesan misterius pada penampilannya. Luna merasa bersemangat, mengira ini adalah cara Aaron untuk menunjukkan sisi lebih baik dari dirinya, meskipun dia merasakan ada yang aneh dengan sikap Aaron.
Namun, saat mereka melaju di jalanan sepi, Aaron mempercepat motornya, dan Luna merasakan ketegangan di udara. Tiba-tiba, motor mereka dicegat oleh sekelompok orang yang sudah menunggu di tengah jalan. Luna menahan napasnya, merasa panik saat melihat wajah-wajah familiar—beberapa adalah siswa dari sekolah mereka, dan yang lainnya adalah teman-teman dari sekolah musuh yang sebelumnya pernah berusaha menyerang Aaron.
“Ya ampun, Aaron! Apa ini?” Luna berteriak, tidak percaya dengan situasi yang sedang terjadi.
Aaron, dengan tenang, turun dari motor dan membuka helmnya. Dia menatap para penyerang dengan senyum yang tampak menakutkan. “Kau pikir kalian bisa menghentikanku?” dia berkata, suaranya penuh tantangan.
Ketika Luna melihat Aaron berdiri di antara mereka, hatinya mulai berdegup kencang. “Aaron, jangan!” dia berteriak, tapi suara teriakan itu tampak sia-sia. Para penyerang sudah mengelilingi Aaron, dan mereka tidak akan mundur.
Tanpa peringatan, pertarungan pun dimulai. Aaron berhasil melayangkan dua pukulan yang mengena, menghajar dua lawan dengan cepat. Dia menunjukkan keterampilan bertarungnya, dan Luna merasa sedikit lega melihat Aaron bisa melawan. Namun, dengan cepat, dia menyadari bahwa jumlah lawan jauh lebih banyak.
Setelah beberapa saat, Aaron mulai berpura-pura lengah. Dia membiarkan satu serangan mengenai tubuhnya, berpura-pura tidak siap dan mengalihkan perhatian para penyerang. Itu adalah strategi yang telah direncanakannya—agar mereka semakin percaya diri dan lengah. Namun, para penyerang tidak membutuhkan waktu lama untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Mereka dengan cepat memukuli Aaron, yang berusaha menunjukkan kesan bahwa dia memang benar-benar terdesak.
Luna, yang melihat semuanya dari jarak dekat, mulai panik. Dia tidak bisa percaya apa yang sedang terjadi di depan matanya. “Aaron!” jeritnya, ketakutan melihat kekerasan yang sedang berlangsung. “Jangan, aku minta tolong!”
Melihat Luna yang ketakutan, salah satu penyerang mengalihkan perhatiannya. “Lihat, gadis ini sangat peduli padamu!” dia tertawa, seolah-olah menggoda Aaron. “Apa kamu pikir dia akan menyelamatkanmu sekarang?”
Aaron mengerutkan keningnya, merasa sedikit terprovokasi. Dia ingin Luna merasa khawatir padanya—dan sekarang, rencananya berjalan dengan baik. Dia ingin menunjukkan betapa mudahnya orang-orang itu bisa berbuat jahat, dan betapa berbahayanya jika dia tidak bisa melindungi orang-orang yang dia sayangi.
Dari jarak yang semakin dekat, Luna merasakan air mata mulai menggenang di matanya. Dia ingin berlari menuju Aaron, tapi kakinya terasa kaku. “Tolong, hentikan ini!” teriaknya lagi, suaranya penuh dengan keputusasaan.
Saat Aaron terjatuh, dia mendongak dan melihat Luna dengan mata yang penuh harapan. Dia tahu bahwa dia harus berpura-pura lemah untuk mencapai tujuannya, tetapi saat itu, rasa sakit di tubuhnya semakin menjadi-jadi. Meskipun begitu, dia terus memainkan perannya, merintih dan berpura-pura tidak mampu melawan.
“Berhenti!” Luna berteriak lagi, menyadari bahwa suara dan kehadirannya tampaknya tidak berpengaruh sama sekali. Dia merasa tidak berdaya dan ketakutan. Dia ingin berlari, tetapi langkahnya terasa berat. Aaron—satu-satunya orang yang dia anggap berbeda—sedang diserang, dan dia tidak tahu bagaimana harus bertindak.
Aaron yang sudah terjatuh itu, dengan napas terengah-engah, mendongak lagi ke arah Luna. Dia berusaha untuk menahan senyuman di balik rasa sakitnya. Ini adalah langkah besar dalam rencananya. Dia ingin menguji kedalaman perasaan Luna—seberapa jauh dia akan pergi untuk melindungi orang yang dia pedulikan.
Menyadari bahwa Luna mulai melangkah maju, Aaron berteriak, “Jangan datang! Aku baik-baik saja!”