My Magic Eye

Rosi Ochiemuh
Chapter #11

Anak Perempuan Ibu


Orang tua selalu menganggap anaknya seolah anak kecil yang selalu mereka buai. Meskipun sang anak sudah dewasa. Tidak ada jarak antara orang tua dan anak. Walau tinggal berjauhan, hati orang tua selalu pada anaknya. Bahkan sampai orang tua telah datang usia renta.


***


Oktober 2015.


Malam itu, sebelum benar-benar berakhir resepsi pernikahan adikku. Andi mendekatiku lalu memberikan kartu namanya sambil berkata, “suatu waktu kamu butuh kredit mobil atau motor, atau sekalian membeli, hubungi saja nomor telepon kantor dan nomor hp-ku.”

Kemudian aku menerima kartu nama miliknya, sambil dibolak-balik. Andi memang bekerja di tempat itu. Showroom mobil, sebagai engineering sales.

Aneh memang, entah karena aku sudah lama tinggal di Jakarta dan jarang pulang ke Palembang. Jadi ketika bertatapan dengan Andi atau pemuda sini yang dulu bagiku terlihat hebat, tampan, dan gagah, dimataku sekarang mereka biasa saja. Tidak ada getaran apa pun, seperti waktu dulu ketika SMA mengidolakan mereka. Dimataku saat ini semua pria tidak ada yang istimewa, terutama di kota ini. Tempat aku lahir dan dibesarkan.

"Aku dan keluarga pamit. Titip Andre ya, Roz. Tolong tegur saja adikku jika dia tidak membahagiakan adikmu," ucap Andi yang terdengar seolah candaan saja.

"Siap, aku akan terus mengawasi adikmu, Aan. Jika dia macam-macam sama Rere, aku dulu yang akan menghukumnya," ujarku.

Malam kemudian berakhir seperti mimpi. Ketika Subuh aku terbangun, teras rumah kembali seperti semula. Tidak ada tenda lagi, semua bersih langsung dibereskan malam itu juga oleh tukang tenda dan asistennya. Bangku-bangku tamu juga tidak ada. Sudah dibawa tukang tenda malam itu, bersama kru band musik dan biduan.

Di dalam rumah tinggal menumpuk perkakas masak milik Ibu yang sudah dicuci para tukang masak dan tetangga yang membantu, belum ditata ke tempatnya.

Sejak kami kecil, Ibu sering mengkredit barang pecah belah, perkakas masak, dari dandang kecil sampai ke dandang besar. Katanya, suatu hari akan dibutuhkan salah satu dari kami ketika menikah atau acara besar lainnya. Rupanya memang prediksi dan keputusan ibuku selalu matang dan berjangka panjang, beda dengan Bapak yang pikirannya hanya sebatas hari ini saja.

Pintu kamar Rere masih tertutup. Pikirku, dua pengantin baru itu Subuh begini masih pada tidur. Hati berucap doa dengan harapan agar rumah tangga mereka bahagia. Mereka menikah di usia yang sudah matang. Tidak ada keraguan dan kekhawatiran dalam hatiku pada mereka, karena umur keduanya sudah dewasa. Bapak dan Ibu merasa lelahnya hari kemarin sudah terbayarkan. 


***


Menjelang siang sebentar lagi datang bersama teriknya. Aku dan Ibu memasak di dapur, sementara Rere mencuci pakaian dengan mesin cuci dua tabung di dekat kamar mandi. Andre membantu Bapak membereskan perkakas di halaman belakang rumah, bekas sisa tukang masak yang disewa selama dua hari. Oni masuk kuliah pagi hari ini, sambil mengajar les privat anak SD karena diminta bantuan oleh dosen kuliahnya, dan bersyukurnya Oni dapat bayaran yang lumayan per tiap anak yang datang.

Lihat selengkapnya