My Magic Eye

Rosi Ochiemuh
Chapter #14

Pengakuan Pertama

Malam yang panjang bisa jadi anugerah atau kesialan. Apa bedanya menyukai dan disukai? Lantas mana yang baik, disukai seseorang atau menyukai seseorang?


Desember 2003.


Setamat dari SMA, aku mencoba melamar pekerjaan di sebuah toko di Pasar 16 Ilir. Di sanalah pertama kalinya mulai bekerja. Aku diterima oleh pemiliknya yang mutlak keturunan Tionghoa. Cece Atik.

Selama bekerja di sana, aku berteman dengan beberapa kenalan di sekitar toko. Ada Dewi, Ani, dan Riko. Dewi satu kerjaan denganku. Ani dia pegawai toko sebelah. Riko, kiosnya ada di seberang toko Cece Atik.

Hampir tiga bulan bekerja di toko kelontongan yang menjual kosmetik, obat-obatan, pernak-pernik prakarya, minyak wangi import, alat tulis sekolah dan kantor, juga plastik dan kain meteran.

Aku mengenal Riko saat pertama kali hujan turun setelah satu minggu bekerja. Dia menawariku payung. Waktu itu dia sedang lewat menunggu jemputan temannya, di depan toko tempat kerjaku. Kuterima payungnya dan berterima kasih. Ternyata setelah itu aku baru tahu jika dia bekerja di kios milik pamannya. Kios elektronik dan hp.

Perkenalan yang sangat singkat dan tidak banyak kata. Toko tempat aku bekerja berseberangan dengan kiosnya. Sesekali aku melihat dia berinteraksi dengan pelanggannya. Zaman itu, ponsel atau handphone masih poliponik. Aku sama sekali tidak tertarik untuk punya ponsel mengingat gajiku sangat kecil.

Hitungan gaji harian. Satu hari hanya dibayar sembilan ribu rupiah, kerja dalam sebulan tanpa libur kecuali tanggal merah. Jika aku dibolehkan libur, maka tidak akan dibayar. Sementara harga ponsel poliponik yang murah dan terbaru, merek Nokia, Samsung, Sony Ericson, atau merek cina lainnya seharga dua ratus lima puluh ribu. Harga ponsel bekasnya seratus lima puluh ribu dan tidak dijamin baterainya masih bagus.

Selama bekerja, aku tidak bisa santai seperti pegawai toko sebelah. Toko Cece selalu sibuk meski tidak ada pembeli. Cece Atik tidak akan pernah membiarkan pegawainya santai meski sepi pembeli. Dia akan menyuruh kami bekerja melakukan apa saja. Membersihkan barang-barangnya yang dipajang dan yang ada di gudang lantai dua. Bahkan aku pernah disuruhnya belanja ke pasar dalam beli buah jeruk peras 10 kilo, tanpa ongkos becak atau ojek. Terpaksa aku jalan sambil menenteng dua kantong besar jeruk peras sepuluh kilo.

Suatu hari ketika menjelang akhir Desember tanggal 29. Sore itu Riko datang ke toko setelah pukul 4 kurang sepuluh menit tutup. Cece Atik melirik pada Riko.

"Roz, ada yang menunggu kamu. Oh, iya. Besok tanggal merah kita libur, tapi lusa kamu harus masuk. Banyak yang pesan manik-manik sama plastik meteran," ujar Cece Atik.

"Iya, Ce. Saya pasti masuk kerja," sahutku.

Riko sabar menungguku selesai menutup toko, setelah Cece Atik dan adiknya menaiki mobil dan pulang ke rumahnya.

Riko memberanikan diri mendekat sedikit, "Na, sudah pulang ini kamu pulang atau mau mampir ke mall? Malam ini pergantian tahun lho," tanyanya dengan senyum. Lesung pipi di wajahnya menyembul.

"Aku sih mau pulang. Iya sih malam ini pergantian tahun. Lagipula setiap malam pergantian tahun aku di rumah saja, tidak pernah ikut acara apapun. Ada apa ya?" jawabku.

"Begini Na, aku mau traktir kamu makan di kafe seberang dekat mall IP, Internasional Plaza," tawarnya padaku.

Mataku mendelik sedikit, apa aku tidak salah dengar jika Riko mengajak makan bersama dan berdua saja? Dalam rangka apa dia cuma mengajak aku saja? Padahal selama ini aku dan dia jarang ngobrol. Hanya sebatas menyapa, ya teman menyapa.

"Oh, itu. Boleh deh. Kebetulan sih aku baru gajian, boleh juga coba jajan di kafe itu," ujarku menanggapi ajakannya.

Aku pikir kami akan jalan berdua ke sana menyusuri jembatan penyeberangan karena selama ini Riko selalu jalan kaki dari kios hp nya ke toko pelanggan. Hari ini dia malah mengajakku naik motornya.

Sesampai di parkiran depan cafe, Riko memarkirkan motornya. Kemudian kami memasuki pintu masuk kafe dan suasana di sana lumayan ramai banyak remaja dan muda-mudi nongkrong di sana. Mungkin karena nanti malam adalah pergantian tahun dan juga banyak pegawai tanggal segini sudah pada terima gaji bulanan.

Riko mengajakku naik ke lantai atas. Kami duduk di balkon kafe yang berdampingan dengan gedung mall IP lima lantai. Lantai atas ruangannya tidak terlalu ramai, apalagi di balkon. 

Pukul empat sore lewat lima menit, langit sudah tidak terik lagi. Angin bertiup sepoi-sepoi. Alunan musik di balkon bisa menutupi kebisingan jalan raya. Dalam suasana yang mulai sejuk di balkon kafe, Riko langsung menanyakan pesanan sambil menyodorkan buku menu di atas meja.

"Na, kamu mau pesan apa?" 

Lihat selengkapnya