Keluarga Wardana hanya bisa menunduk saat keluarga Tamawijaya pergi meninggalkan mereka di ruangan itu.
"Cari anakmu sampai ketemu, Rossa. Pastikan dia segera pulang. Banyak yang harus saya bicarakan dengannya," ujar Roland dengan nada datar pada sang istri.
***
Sena, pemuda seumur Luan yang berbadan tinggi tegap, terbelalak menatap Aurora. Bola mata berwarna cokelat yang biasanya bersinar penuh semangat dan percaya diri itu kini memancarkan ekspresi ngeri dan tidak percaya, begitu mendengar pengakuan Aurora bahwa ia sengaja mangkir dari acara pentingnya hari ini. Tapi mungkin yang lebih membuat Sena shock, adalah kenyataan bahwa Aurora ternyata sudah memiliki pacar sebelum bertemu kembali dengannya.
"Rora ... Kamu ...?" Hanya itu yang bisa terucap dari mulut Sena.
"Maaf, Sen," lirih Aurora. "Bukannya aku bermaksud menyembunyikan ini dari kamu ... Aku hanya bingung bagaimana menjelaskan semuanya padamu."
"Ya kamu tinggal bilang, apa sulitnya?" cecar Sena. "Kamu ternyata udah punya pacar lagi, terus kenapa kamu biarkan aku dekati kamu lagi? Itu artinya kamu mendua selama ini!"
"Maaf," sahut Aurora cepat. "Maaf. Mungkin semua ini terdengar seperti alasan aja, tapi percayalah, aku selama ini mencari cara supaya bisa lepas dari Luan, supaya putus darinya. Tapi malahan aku nggak bisa bergerak seturut kehendak aku, Sen. Orang tuaku selalu desak aku agar aku segera menikah dengan Luan."
Sena memandangi Aurora dengan tatapan yang tidak bisa dijabarkan.
"Aku nggak ada rasa lagi pada Luan, itu yang sebenarnya. Aku berat sama kamu ... Tapi aku juga nggak bisa begitu aja menolak keinginan orang tuaku karena keluargaku dan keluarga Luan ada tender bisnis yang jumlahnya nggak main-main, Sen ...."
Kening Sena berkerut saat mencerna penjelasan Aurora. Bisnis yang jumlahnya tidak main-main, di antara dua keluarga konglomerat terbesar di Deshnea, tentu bukan hal yang remeh.
"Lalu kenapa kamu di sini?" tanya Sena pelan.
"Justru itu. Justru karena aku ada di sini, kamu bisa lihat dengan jelas kan, kalau aku sekarang udah mengambil langkah yang penting. Dengan begini udah sangat jelas kalau aku menolak menikah dengan Luan, dan aku lebih pilih kamu. Kamu ... Kamu mau maafkan aku, kan, Sen? Karena selama beberapa bulan ini sejak kita ketemu lagi, aku malah jadi mendua antara kamu dan Luan. Maaf ...," pinta Aurora sambil mengusap pelan tangan Sena.
Sena menarik nafas panjang sebelum berkata, "Tapi katamu, keluarga kamu dan Luan ada bisnis besar yang ... Yang membutuhkan persatuan antara dua keluarga, yaitu pernikahan kamu dengan Luan, kan. Kamu yakin menelantarkan semuanya?"
"Tentu aku yakin, Sen! Aku nggak mau selamanya dijadikan boneka oleh orang tuaku, aku kan juga manusia biasa yang memiliki kehendak bebas. Aku mau memilih jalanku sendiri ... Dan itu, sama kamu," ujar Aurora seraya memberikan senyuman yang manis pada Sena.
Sena tidak menjawab, pun tidak membalas senyum Aurora.
"Kenapa ... Apa kamu ragu?" tanya Aurora.
Sena mengangguk. "Ya. Maksudku ... Sebelumnya, terima kasih karena kamu jelas mengatakan lebih memilih jalan hidupmu sendiri dengan bersamaku. Aku senang dan tersanjung mendengarnya, Ra ... Tapi, tapi apa yang kamu lakukan itu juga kurang tepat," ujarnya pelan.
"Lalu aku harus apa?"