My Manipulative Husband

Camille Marion
Chapter #9

9 - Terpaksa Menikah

"Hah? Kemarin kamu bilang hanya akan sampai ke taraf tunangan?" Sena membelalakkan mata tidak percaya, ekspresi cemas nyata terpancar dari wajah rupawan itu.

"Tapi tunangan aja nggak cukup meyakinkan untuk mengelabui papa," lirih Aurora. 

Sena seperti membeku.

"Sen, kamu tenang yah ... Luan berjanji akan segera ceraikan aku setelah menikah nanti," ujar Aurora seraya meremas tangan Sena.

Sena menjauhkan tangannya, menolak disentuh. "Maaf, Ra. Tapi saya merasa akan kehilangan kamu selamanya. Menikah? Satu kata itu saja udah jelas, aku mutlak harus merelakan kamu," ujar Sena menahan gejolak emosi yang dirasakannya. "Sepuluh miliar yang Luan berikan, membuatku merasa dia membeli kamu dariku. Aku sudah sangat bodoh karena membiarkan itu semua terjadi."

"Nggak ... Nggak. Jangan berpikir begitu, dong, Sen," sahut Aurora cepat sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu nggak akan kehilangan aku, Sen ... Apa kamu nggak yakin juga isi hatiku? Hatiku cuma milikmu ... Aku janji kamu nggak akan pernah kehilangan aku."

"Kamu harus kembali kepada keluargamu, kan? Yeah. Memang itulah yang seharusnya kamu lakukan, Ra. Di sanalah tempatmu selayaknya berada."

Aurora menghela nafas panjang. "Iya aku harus kembali ke rumah, tapi aku akan tetap menemui kamu setiap hari. Aku akan lakukan apa pun supaya kamu nggak merasa kehilangan aku."

Sena tidak menyahut.

"Sen, kamu nggak perlu cemas," ujar Aurora lagi. "Aku janji, aku janji sama kamu nggak akan biarkan Luan sentuh aku. Karena, pernikahan kami hanya kedok! Dia nggak akan aku izinkan menyentuh aku ... Asumsiku, aku hanya harus bertahan menjadi istri bohongan Luan selama beberapa bulan, lalu setelahnya Luan harus ceraikan aku. Harus. Dia sudah janji padaku. Makanya, kamu juga mau kan, bertahan demi aku? Hanya beberapa bulan aja aku menikah dengan Luan, lalu setelahnya aku bakalan benar-benar bebas dan kita bisa bersatu. Dan yang paling penting, aku nggak akan biarkan Luan berbuat macam-macam."

Sena menghela nafas panjang. Matanya menyapu seluruh isi kafe tempat mereka bertemu saat ini. Sepi, hanya satu dua meja terisi. Di balik jendela kaca orang berlalu lalang, semua asyik dengan urusan masing-masing.

"Kamu dan Luan mempermainkan kesucian pernikahan," komentar Sena.

Aurora mendengus pasrah. "Lalu kamu maunya gimana ...?"

"Aku menyesal, maafkan aku, Ra. Seandainya saja aku nggak mengiyakan bantuan Luan. Dan ... Seandainya saja uang itu masih ada di tanganku, aku nggak akan ragu mengembalikannya pada Luan," gumam Sena.

"Aku nggak dibeli Luan, yah," sahut Aurora sedikit gusar.

"Buatku seperti itu.."

"Aku bukan barang!"

"Oke. Maaf."

Lihat selengkapnya